Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menuai Harmoni di Ajang Reuni

24 Juli 2015   11:18 Diperbarui: 24 Juli 2015   11:18 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat bersua kembali Admin Kompasiana dan para Kompasianer di utara-selatan-timur-barat Indonesia. Berharap saudara-saudara telah memaafkanku secara kaffah. Karena akupun lakukan hal yang sama. Demikian pembuka artikelku, kali ini. Anggap saja sebagai gerbang menuju tulisan yang berkisah tentang fenomena sosial budaya yang salah satunya adalah aktifitas reuni atau temu kangan pada sebuah komunitas, sekolah ataukah lembaga bahkan reuni keluarga. Reuni itu lekat dengan keunikannya, semaraknya, candanya, tawa-tiwinya tetapi juga malah jadi ajang sensitif. Sebab hanya dua tipe manusia di sana: tua vs muda, sukses vs kurang beruntung. Inilah yang kerap disebut garis nasib, takdir dan jejak perjalanan hidup di tiap-tiap manusia.

Kita kadang-kadang disuguhi kejadian-kejadian yang kurang menyenangkan saat seseorang tiba-tiba meninggalkan ruangan reuni akibat merasa asing oleh komunitasnya (dulu). Ini sebuah faktorial yang kurang mengenakkan, dan juga tak harus terjadi seandainya kita cerdas menjaga-antisipatif-bersahabat. Pada tiap-tiap peserta reuni berpotensi terjadi pemandangan yang kurang menyenangkan, dan semuanya bisa terjadi, baik yang tergolong sukses (pendidikan, berpangkat, kaya) ataukah sebaliknya. Yang berpangkat atau memiliki jabatan, berpeluang tersinggung karena kedudukannya dan publik figurnya hendak di[erlakukan di mana-mana. Padahal ajang reuni, idealnya tanpa embel-embel status sosial, semua sama dan semua sederajat tanpa basa-basi. Sebab pangkat, pendidikan, jabatan tak diperlukan di ajang reuni. No relationship!

Olehnya, kita penting memahami apa subtansi acara reuni! Bukankah reuni itu adalah pembaharuan kenangan masa silam? Kita seolah diputar ke memori indah di masa lalu. Itu intinya! So, sebelum hadir di reuni, kita wajib memahami aspek psikologi sosial akan makna kumpul bareng kawan-kawan lama. Ini kiatnya:

Hindari kisah karier

Apa pentingnya bercerita tentang kisah sukses yang berlebihan di acara reuni, cukuplah menyebutkan yang singkat-singkat saja, kemudian memanfaatkan ajang langka itu untuk tukar-menukar pembicaraan kepada hal-ikhwal yang lebih merapatkan pertemanan, tak ada jarak seperti masa-masa dulu. Esensinya jangan pamer diri, di sana. Sebab itu, membuat kesenjangan temporer di ruangan acara reuni dan sama sekali tidak mengasyikkan. Bila perlu perilaku masa-masa dahulu, itulah yang di flash back. Maka kita akan benar-benar menikmati reuni itu. Begitu itulah yang mestinya kita runcingkan, menjinakkan suasana sekondusif mungkin dan tak mengundang kebetean dan keminderan baik dari kita sendiri maupun kawan-kawan lainnya. Renung-renungkan apakah mengisahkan kisah karier dan pamer kesuksesan akan sangat bermanfaat bagi kawan-kawan kita? Hematku, palingan menciptakan solo run, bertepuk sebelah tangan dan takkan banyak memberi keakraban, malah itu cara 'culas' untuk mengangkat diri sendiri, menjunjung kepribadian yang sesungguhnya kurang elok.

Lagian, kawan-kawan dibuat terbete-bete akibat ulah kita sendiri dan kita membuat jalan lebar dan timpang sekaligus memproduksi jarak kita dengan para sahabat-sahabat. Sungguhlah itu tiada perlu amat-amat di ajang reuni.

Persingkat acara formal

Reuni itu sesungguhnya samudera masa lalu yang bergelombang kembali, reuni seharusnya romantis-indah-humanis. Esesninya: pada semua orang, mengesankan! Itu maksud penulis. Bilapun wajib adanya sambutan dari beberapa orang, jangan berlama-lama (cukup 5-10 menit) karena hadirin tak terlalu peduli pidato-pidato atau sambutan-sambutan itu. Yang kita butuhkan adalah penyakuran rasa kangen yang dalam, kepada kawan-kawan dan sahabat-sahabat, dan pengen ngobrol dan saling bercanda. Apapun sikonnya candanya juga tentu rasional, wajar dan tak berlebihan.

Beginilah style sederhana Kompasianer Makassar ini dalam menyampaikan sambutan singkatnya, puasku setelah membuat audiens terkekeh-kekeh, narsis juga Si Armand ini...hahaha

Anggap saja penulis sedang memberi edukasi atau apalah namanya agar kawan-kawan yang sempat didaulat untuk memberi sambutan/sepatah kata mewakili apa saja, tidak mengambil kesempatan yang sebanyak-banyaknya pada saat membawakan sambutan. Yang simpel saja, bersahaja dan mengesankan sekaligus terjauhkan dari ajang riya' sebab reuni adalah ibadah dan juga pesta silaturahmi di antara kita, tak peduli siapa Anda, kita dan mereka.

Pahamilah spirit

Reuni itu zona spirit, tata cara mengelola motivasi untuk bertemu kawan-kawan. Yang kaya, kurang kaya, pendidikan tinggi, kurang tinggi, sama saja. Bukan itu yang akan dipersuakan di ajang reuni. Karena semua itu hanyalah asesoris. Mosok harus sukses semua? Mosok juga harus gagal semua? Itu namanya tidak terjadi keseimbangan kehidupan. Bagi yang 'miskin' tiada perlu minder untuk hadir di reuni, bagi yang 'kaya/berpangkat' juga tiada perlu membawa-bawa identitas sementara dan fana itu, sebab kaya-miskin adalah status fana, tidak abadi sama sekali. Sebab yang abadi itu adalah kebaikan dan kejahatan. Sungguh baiklah seseorang bila menanggalkan piranti dan alat-alat bantu itu berupa kekayaan atau kemiskinan. Pesanku; yang kaya jangan pamer kekayaan, yang miskin pun jangan pamer kemiskinan dan keminderan, sebab kita sama levelnya di hadapan Tuhan dan setingkat dalam ajang reuni!

Asyik sekali tanpa status sosial, tanpa embel-embel dokter, anggota dewan, pengusaha, wartawan. petani, dosen, polisi, hakim, tentara, guru, etc.

Zona pembauran

Ajang reuni itu sudah jelas mengumpulkan orang-orang dari yang uzur sampai belia. Tak penting ada kategorisasi sosial di sana, tak ada level, semuanya sama, sederajat kecuali hitungan umur. Yang tua membaur kepada yang muda-muda, yang sukses berkolaborasi dengan yang belum sukses. Jangan tampil ekslusif sebab ajang reuni bukanlah ajang memantik perhatian tetapi reuni malah sebaliknya yakni halaman untuk memberi perhatian satu sama lain. Apapun pekerjaan dan sejenis apapun kehidupannya. Konsep pembaruan adalah hal disepelekan orang, hingga peristiwa-peristiwa kemanusiaan kerap terjadi oleh kemiskinan pembauran, bisa jadi peristiwa itu tercuat akibat oleh kerontangnya kebersamaan dan lemahnya daya baur di antara saudara-saudara kita, di sana

Salam Kompasiana Siang

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun