Selanjutnya, berikan tugas kepada setiap kampus untuk mengevaluasi sejauh apa interaksi mahasiswa-dosen dalam proses pembuatan skripsi, penelitian dan kerjasama sebab skripsi memang perbuatan kerjasama antara dosen dan mahasiswa. Tidakkah lebih bijaksana bila setiap pembimbing 'menemani' anak bimbingannya di lapangan? Bukankah penelitian ilmiah di lapangan adalah sebuah praktik? Apakah bedanya dengan PKL yang mutlak menghadirkan dosen pembimbing?
Lalu, frekuensi sidang juga wajib ditinjau ulang, tiada perlu 3 tahapan (Sidang proposal, sidang hasil penelitian dan sidang tutup). Sidang proposal wajib ditiadakan, sidang hasil penelitian opsional dan sidang tutup wajib karena sidang tutup adalah ujian komprehensif dan kompetensi. Dasar pemikiran mengapa sidang proposal wajib dihilangkan sebab penentuan judul mutlak ditentukan oleh mahasiswa dan dosen pembimbing, tiada perlu kehadiran dosen penguji di sini! Apa yang mau diuji? Lah, mahasiswa baru berencana penelitian. Malahpun, saran-saran dari penguji yang penulis saksikan selama puluhan tahun lamanya, telah dapat diwakilkan secara utuh oleh dua orang pembimbing. Menghapus skripsi adalah kekeliruan, namun tak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dalam pembuatan skripsi, jauh lebih keliru!
Salam Kompasiana Pagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H