Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Anak Muda dan Lampu Merah

11 April 2015   16:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:15 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_409334" align="aligncenter" width="300" caption="carainstant.blogspot.com"][/caption]

---------------------------------

Hai Anak Muda! Berjalanlah ke mana saja yang engkau kehendaki. Ingat-ingatlah wahai anakku, perjalanan hidup ini laksana pejalanan di jalan raya, penuh keramaian, sarat karakter manusia, berjenis-jenis kendaraan dan terdapat belokan kanan atau kiri. Jangan latah dengan umpan-umpan kalimat seumpama; masa muda itu adalah masa tanpa beban, tanpa tanggung jawab. Wahai, anakku. Sesungguhnya engkau bertanggungjawab kepada hidupmu, nyawamu dan masa kelakmu.

Pandanglah lampu merah itu! Amalkan dalam keseharianmu, ada saat harus hijau, kuning dan merah. Berjalan ke rumah ibadah, itu lampu hijau anak muda. Melangkah ke pasar-pasar, mall dan pusat perbelanjaan yang memanjakan mata, itu lampu kuning anak muda. Artinya engkau wajib hati-hati. Jangan sampai engkau membeli sesuatu yang bukan kebuthanmu, melainkan keinginan sementara.

"Lalu kapan lampu merahnya, paman?", tanya anak muda itu.

Si Paman terjeda sejenak, terkesan akan memberikan pandangan lebih luas kepada ponaannya itu. Benar saja, Si Paman tundukkan kepala sembari berujar pelan:

"Lampu merah sudah ada di sekitar kita Nak! Di belakangmu ada penjual langsat Polmas, manis sekali. Sayang sekali, penjual langsatnya tidak melihat lampu merah. Hingga ia kurangi timbangan langsat itu. Di kirimu, ada polantas, iapun tak melihat lampu merah, sehingga di telapak tangannya berjejak aroma uang 20 ribuan dari pengendara yang menyuapnya. Di kananmu, ada seorang pemeluk agama, gemar melecehkan agama lain,  lampu merah baginya tak nampak. Dan, baru saja, seorang politikus lewat, senang bercanda dengan penjara. Lampu kuning sering dipandanginya lama-lama, tetapi ia tak menghikmahinya, hingga ia pun buta kepada lampu merah. Hingga beliau tertangkap oleh KPK".

"Paman belajar dari mana dengan semua ini?

"Dari lampu merah Nak, dari traffic light"

"Bagaimana kalau traffic light nya padam, Paman?"

"Traffic light tiada akan pernah mati Nak. Karena traffic light itu sesungguhnya terpancang di hati. Itulah sebenar-benar penuntun hidup"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun