Â
[caption id="attachment_409039" align="aligncenter" width="560" caption="sumber: kevinalegion.com"][/caption]
Jangan bilang kerontang ide untuk menulis, gak sama sekali! Penulis cumalah merenung-renung, beberapa hari terakhir, dan menelisik soal tulisan siapa gerangan yang 'paling' bermanfaat di media ini. Lalu, penulis rangkum-rangkum ringan, maka tersebutlah beberapa Kompasianer dan mohon maaf bila hanya 'orang-orang' inilah yang terlintas di pikiran dan batinku. Mereka adalah:
1. Fey Down
Buatku, kehadiran Kompasianer ini telah sangat berkontribusi dalam menjaga 'kesehatan dan keamanan' dalam ber-media sosial. Perempuan yang familiar dipanggil Bunda Fey ini, tulisannya amatlah nyata, disiplin melampirkan fakta peristiwa, mengingatkan namun tiada pernah memaksa. Artikel-artikelnya, sungguhlah bermanfaat bagi kita semua, termasuk penulis dari Makassar ini -yang pernah terselamatkan akan rayuan warga yang mengaku orang Malaysia bermukim di London.
Itulah branding seorang Fey Down! Penulis menyebutnya sebagai Kompasianer Penyelamat Calon Korban Scammer.
Bapak kita yang satu ini, amat setia mengisi Kompasiana dengan kolom-kolom rumah tangga, penulis sendiri banyak belajar dari artikel-artikel beliau ini. Satu dari ratusan tulisan Pak Cahyadi Takariawan yang mengesankan buatku yakni: "Kuatkan emosi istri". Ini salah satu sub-title dalam sebuah tulisannya. Pak Cahyadi Takariawan kerap juga dipanggil ustad. Beliau teramat konsisten dengan wilayah 'kekuasaannya', yakni perkara keluarga, pernikahan, perceraian, perselingkuhan dan beragam tawaran-tawaran solusinya. Penulis, teringat akan seorang Kompasianer kondang, bernama Julianto Simanjuntak yang juga akrab dengan tulisan-tulisan 'Psikologi Keluarga'. Sayang sekali Pak Julianto 'Mencinta Hingga Terluka' Simanjuntak, telah amat jarang menulis di media kita ini.
Penulis apresiasi atas deretan artikel yang telah dilayangkan Pak Cahyadi di Kompasiana ini, hampir-hampir penulis serukan kepada khalayak/pembaca untuk merujuk tulisan-tulisan beliau bila menghadapi kisruh rumah tangga ataukah beban stres ataukah persiapan sosial menuju mahligai rumah tangga, atau bahkan dalam menjalani naik-turunnya kualitas keluarga. Maka, tiadalah lebay mungkin, bila penulis menggelari beliau sebagai Kompasianer Penyelamat Rumah Tangga.
Hadir keirianku melihat 'tingkah' manusia smart yang satu ini, betapa energiknya beliau dalam melambungkan artikel-artikelnya. Kompasianer yang aktif kupanggil "abangku'' ini dan dibalas dengan panggilan "Saudaraku atau adikku" kepadaku. Beliaulah representasi dari 'usia senja' yang teramat produktif dalam menulis di media ini. Reportasenya bersahutan dan opininya bersentuhan dengan negara yang didomisilinya, Australia. Piawai dalam menemukan ide menulis.
Penulis yang masih tergolong lebih muda (sepertiku) dari beliau, terengah-engah mengikuti jejaknya. Ia yang telah di usia tak muda lagi, sepertinya memiliki 5 jiwa dan 100 spirit dalam dunia kepenulisan, termasuklah buku-buku yang dituliskannya, dan sempat penulis dititipkan sebuah buku darinya. Dialah Penyelamat Komunitas Usia Senja, yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan.
Tak berniat menyanjung, tapi inilah faktanya. Rahab Genendra seperti hidup dan nafasnya diwakafkan untuk dunia puisi (fiksi). Sejak awal, kumelihat puisi-puisinya relevan dengan sikon kekinian, ia cermat memilih tema puisi. Sebuah pembelajaran 'terselubung' yang hendak ia 'ajarkan' bahwa menulis puisi itu mestilah membaca peristiwa-peristiwa yang sedang On Fire.
Barangkali saja. 'orang ini' menjadi inspirator bagi penulis puisi lainnya di Kompasiana. Tak bermaksud mengesampingkan penulis puisi lainnya, namun satu kesan kuat yang penulis amati bahwa Rahab Ganendra itu, seorang fiksianer yang visioner, punya magic, dan memiliki daya jelajah imajinasi yang luas. Ia menyerukan agar kita berjibaku dalam dunia puisi, benar-bernar seorang penyeru puisi. Maka, kutitelilah ia sebagai Kompasianer Penyelamat Puisi.
Kompasianer ini, sudah amat familiar di mata pembaca, juga sangat khas kalimat-kalimatnya. Artikel apapun yang dia publikasi, tiada pernah lepas dari bahasa emak-emak, melaju begitu saja, tanpa beban psikis dan tanpa diikat oleh kekakuan bahasa. Paragraf-paragrafnya dilenterai oleh kocekan, kocokan dan 'kekacauan' sana-sini hingga pembaca tak mampu menahan tawa. Lapaknya akrab dengan 'kegaduhan', tanpa perlu pengamanan yang didatangkan dari pos kamling atau security Gedung DPR.
Canda ala emak-emak menjadi taste dari Kompasianer ini, patron membalas komentar, pun 11-12 dengan artikel-artikelnya. Ia tetap rawat gaya tuturannya, ya Bahasa Emak-ologi. Maka, lazimlah bila kumahkotakan dia sebagai Kompasianer Penyelamat Bahasa Emak-emak.
Jangan sangkakan bahwa penulis sedang memuji-muji Kompasianer ini, karena penulis meletakkan penilaian yang menurutku obyektif, tiada membesar-besarkan atau 'ngarang-ngarang'. Bila hendak menambah wawasan tentang kaidah-kaidah bahasa (Indonesia-Inggris-Belanda), maka bacalah artikel-artikel Pak Gustaaf Kusno Prabudi. Hadir kekagetan-kekagetan ringan ketika kita membaca tulisan-tulisannya, penulis amat bersyukur atas kehadiran Pak Gustaaf di sini. Penulis kerap 'dibantu' oleh beliau dalam membenahi naskah-naskah skripsi, thesis, disertasi, jurnal dan laporan-laporan ilmiah lainnya. Penulis tidaklah over acting bahwa beberapa karya ilmiah di kampusku 'terselamatkan' oleh tulisan-tulisan Kompasianer humoris ini. Kusematkan kalimat kepada Pak Gustaaf sebagai Kompasianer Penyelamat Bahasa.
Kompasiana ini, riuh oleh kehadiran Saudara(i). Selain Admin Kompasiana, maka Saudara(i)lah motor pendobrak media ini, hidup-matinya, ramai-sepinya, Saudara(i) tiap sempat, setia menayangkan tulisan-tulisan, terasa durasi 24 jam belumlah cukup untuk kita, selalu ada kehausan dalam membagi ide, gagasan, opini bahkan pengalaman pribadi (terbalut kisah nyata ataukah potret fiksi), ataukah artikel-artikel lainnya. Kehadiran Anda, tiada nilai yang terukur, tiada ujung akan makna kehadiran kita di sini. Nun jauh di alam sadar kita bahwa sesungguhnyalah kita ini penulis-penulis yang merindangkan budaya literasi, demi generasi kita, anak-anak kita nanti. Kita telah torehkan artikel-artikel di Kompasiana ini, lekas atau tak lekas akan terbaca jua oleh keturunan kita via Kompasiana. Dikarenakan halaman ini, sungguh tidak muat bila foto-foto profil Saudara(i), penulis sertakan di sini. Hahaha. Sedang foto dari ke-enam Kompasianer di atas, penulis ambil dari www.kompasiana.com
***
Helo para Kompasianer tercinta dari Timur-Barat, Utara-Selatan tanpa kecuali. Kita ini hakikatnya adalah Penyelamat Kompasiana sekaligus penyelamat generasi kita (kelak) dalam ikhtiar berbagi lewat tulisan. Berikutnya, artikel ini memanglah belum obyektif, tetapi penulis berharap bahwa apa yang tertera di atas, mendekati kebenaran. Bila itu mungkin!
Salam Kompasiana Sobat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H