Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Trik Ringan Menulis Puisi

17 Maret 2015   17:53 Diperbarui: 22 Maret 2017   03:00 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Populernya orang berkeluh positif, tak piawai aksarakan puisi. Ia sebenar-benar ingin vokalkan non verbalnya via fiksi (puisi). Hambatannya, ia enggan memroses suara batinnya lewat kata-kata di puisi. Padahal, sesungguhnya tiada proses yang gagal. Disebut gagal bila tiada proses atau tak mau berproses. Puisi itu sendiri, proses perseptual, organisasi pengamatan dan manajemen pembahasaan batin plus dituntun sedikit pikiran. Puisi tak mutlak berkata indah, sebab puisi itu sendiri sudah indah, di tenggeran kalimat utuhnya, singkat, mengena dan berpuluh makna.

Adakah manusia yang tak bisa berpuisi? Jawabku tidak ada! Yang ada itu hanyalah kesulitan menulis puisi, alot merangkai bait, kesusahan mengaitkan makna dan rumitnya mengorbitkan pesan yang wajib tertingkap di balik majasnya. Password puisi adalah "Perasaan". Yah, rasa mendalam akan sebuah obyek, ataukah tema, ataukah peristiwa. Tema adalah induknya, plot dan gaya bahasa hanyalah tools. Sekali temukan tema, di sanalah puisi berhulu. Puisi klasik dan puisi moderen, tiada berbeda dalam perkara 'wasiat' hakikat. Muaranya pengaliran pesan komunikasi, keutuhan rasa dan tautan qalbu yang disodorkan kepada pembaca. Puisi memanglah hiperbolik, kerap penulis berlindung di balik puisinya, ia hanyalah ingin samar-samarkan dirinya lewat puisi.

 

[caption id="attachment_403570" align="aligncenter" width="500" caption="bektipatria.wordpress.com"][/caption]

Catatan: Puisi panjang "Seonggok Jagung" karya WS Rendra, skenarionya benar-benar dimainkan dengan sangat baiknya, puisi ini menyerukan kepada mahasiswa agar ketika pulang kampung jangan merasa asing. Inilah 'kalimat terakhir' dalam puisi ini:

Apakah gunanya seseorang

Belajar filsafat,teknologi,ilmu kedokteran,atau apa saja. Ketika ia pulang ke daerahnya,lalu berkata : “disini aku merasa asing dan sepi”

Tuturan Rendra amatlah biasa tetapi teramat familiar juga, Tiada mungkin seorang Rendra menuliskan puisi ini tanpa 'penelitian' seksama dan proses empirik yang lebih dari memadai. Pesannya sangatlah mengena, menyentuh dan membangunkan para mahasiswa.

Instink

Rela tiada rela, suka tiada suka. Menggoreskan puisi dibutuhkan instink dan intuisi. Intuisi itu zona psikologi yang sulit terdefenisikan, tetapi ia ada. Katakanlah saja ia bekerja dengan intuisi, atau ia lakukan dengan intuisi, maka mekanisme intuisi rumit pengukurannya. Ia kecil tetapi besar, ia besar tetapi kecil. Seorang penulis puisi, profesional atau amatiran, miliki intuisi dan basic instinc. Instinct itu perupaan, perwakilan rasa mendalam dari penulis puisi. Maka tajamkan instinct bila hendak memasteri dasar-dasar puisi. Pekerjaan lainpun membutuhkan instinct, namun berbeda dengan instinct yang digunakan dalam berpuisi. Apa bedanya? Karena produk puisi tiada memertimbangkan kaidah bahasa, bisa jadi tak runtut versi pembaca, tetapi penulis meyakini runtut sesuai alur bahasa perasaannya.

Artikulasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun