[caption id="attachment_293283" align="aligncenter" width="546" caption="Ilustrasi PNS (KONTAN/Franciskus Simbolon)"][/caption]
KALA pesawat berbaling dua, menghantarku ke sebuah destinasi, destinasi eksotik itu bernama Kaimana, Papua. Tertilik olehku sebuah papan bicara: "Selamat Datang di Kota 1000 Senja". Mengapa lagu 'Senja di Kaimana' -ciptaan Surni Warkiman- begitu legendaris? Saya baru sempurnakan pahamku dan tanyaku pun terjawab atas terlukis indahnya bait-bait manis nan tragic itu, tolehlah liriknya:
Kau usapkan tangan halus mulus Di luka nan parah penuh debu
Kupalingkan pandangan mataku, kulihat sangat jelasnya, para penanti keluarga, sahabat dan kolega, lambaikan tangan dan sumringah. Kornea mataku tak mampu terpicing, ada tanya membatin: "Mengapa wajah-wajah mereka tak serupa etnik Papua? Apa gerangan yang terjadi di sini? Tertegunlah aku, mengusap ubun-ubun. Fakta telah terlentang, mereka 'mengepung' kota-kota di Papua demi meluluskan diri sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di kalender 2013.
Berjumpa dengan mafia
Kaimana, kota kenangan itu kutinggalkan, kutanggalkan seribu tanya di sana akan beautiful scenery, retaknya perahu nelayan, transportasi yang memilukan, dan kulepaskan diri dari runway yang tergolong amat pendek, di tepi laut. Menujulah aku di persinggahan terakhir, Nabire. Sebuah kota yang sanggup cucurkkan keringat sebesar sweet corn, saking gerah nan teriknya.
Tibalah jua saya di bandara mungil nan 'jorok' itu. Bandara yang lebih menegaskan: "Dilarang Makan Pinang" ketimbang No Smoking, dan saya lanjutkan perjalanan ke sebuahhotel 'terbaik' di Kota Nabire. Di sanalah, saya bersua 'kawan baru'. Kami duduk di lobby hotel, seseorang pun datang, menyerahkan sebuah amplop besar berisikan ijasah, 'kartu putih', foto copy KTP dan berkas-berkas lainnya.
Itulah awal dari segala wujud pembicaraanku dengan kenalan baruku itu, 'beliau' telah lama berprofesi 'broker CPNS', takjub aku dengan 'cara kerjanya', di kartu ujian CPNS, ia dapat mengubah foto peserta ujian. Ujian dapat diwakilkan, ia pun telah berkonspirasi dengan 'pihak-pihak' terkait, soal bayaran, itu perkara belakangan. Meyakinkanku sebab deringan handphone-nya berkring-kring, konten komunikasinya terfokus pada taktis dan strategi menjadi CPNS.
Alasan
Jadilah saya akrab dengannya, beranilah saya blak-blakan. Saya tohok dengan pertanyaan ringan: "Kalau calon CPNS-nya sudah lulus, terus tidak bayar, bagaimana?" Sang Mafia hanya tersenyum atas tanyaku, sesaat kemudian ia 'berorasi'. "Kalau mereka bayar, syukur. Kalau tidak, no problem," ucapnya sambil membuka kedua telapak tangannya.