[caption id="attachment_317482" align="aligncenter" width="300" caption="www.timurangin.com milik Yusran Darmawan"][/caption]
Perkenalkan, namaku Evi. Dulu aku disebut pelacur, lonte, perek. Digeser harkatku menjadi Wanita Tuna Susila. Ditingkatkan lagi statusku menjadi Pekerja Seks Komersial. Aku ingin pelangganku meningkat, agar pendapatanku terungkit, di balik hasrat besar kaum lelaki yang belang-belang hidungnya. Ini niatku sejak bekerja di sini, sebagai budak seks, dari lelaki satu, ke lelaki berikutnya.
Aku jelas punya pekerjaan, punya profesi, bukan pengangguran seperti kebanyakan rakyat Indonesia. Buatku, bekerja itu ibadah. Tapi, apakah jika aku berdoa kepada Allah SWT, DIA akan jabahi doaku? Jika doaku tak dijabah, berarti Allah itu hanya mendonasi iradat-Nya kepada orang yang baik-baik saja.
Aku memang hina, aku lemah, aku terdzolimi. Pemahamanku, orang terdzolimi, lebih didengar doanya oleh Tuhan. Artinya lagi, aku pun berhak punya doa. Tapi aku tak tahu, aku harus sholat dan berdoa di mana? Di masjid gak mungkin, jama'ahnya bersinisan kepadaku. Di tempat kost, juga gak bisa, aku dicerca se-isi kost. Aku juga takut berdoa di sana, takut kalau mereka marah dan menghardikku: "Ha? Pelacur berdoa?".
Di manapun aku tinggal, seolah bumi menolak. Manusia menolak. Aku onak, racun. Keberadaanku menghalangi turunnya rejeki dari langit buat mereka. Tapi aku tetap bertahan di sini, tinggal di sini. Toh aku bayar sendiri, uangku sendiri. Secara moral, mereka berhak mengusik-usik tapi secara administrasi dan marketing, tak ada hak mereka mengusirku.
Hinaku ini tiada beda dengan koruptor, aku malah masih punya malu besar. Koruptor tidak!. Setiap penggerebekan, wajahku ini kututup ketat. Sedang koruptor -saat ditangkap KPK- wajahnya malah sengaja ditampak-tampakkan, gak ada malunya. Malah ketawa-ketiwi sambil mejeng di teve-teve, di koran-koran dan di blog-blo, termasuk di blog Kompasiana.
***
Di tempat tinggalku, aku 'suku' terasing, tiada yang ramah padaku, semuanya buang muka, sampai ada yang jongkok tutup muka, saat melihatku. Hanya seorang saja yang baik kepadaku, dialah Uztad Mizan. "Apa kabar?", itu sapanya setiap kali berpapasan denganku. Jangan-jangan Pak Mizan itu, bisa jadi sumber pendapatanku. Bolehlah, asal dia bayar aku. Toh ini profesiku. Atau begini saja, bagaimana kalau aku minta didoakan saja sama Uztad Mizan, agar aku laris.
Sepulang dari tempat kerja, aku bergegas ke rumah Uztad Mizan. Akupun tiba di rumahnya, dipersilakan masuk. "Duduklah", pintanya. Akupun duduk di kursi tamunya, sedang istrinya tergesa-gesa masuk kamarnya, menuntun paksa anak-anaknya akibat kehadiranku. Aku sangat maklum.
***
Uztad, aku mau minta tolong Mau minta tolong apa?
Aku mohon doa Uztad agar aku laku, laris di tempat kerjaku Aku yang doakan atau kamu sendiri yang berdoa?
Bagaimana baiknya Tad? Lebih afdhol kalau kamu sendiri yang berdoa, tidak pakai perantara
Baik Tad. Caranya dan lafalnya seperti apa Tad? Saya akan tuliskan
***
Ustad Mizan itu pun menuliskan lafal doa di secarik kertas, dan menyerahkannya ke Evi, Sang PSK itupun pamit dan berterima kasih kepada Uztad Mizan. Ia kembali jalani pekerjaannya, kian malam, kian banyak pelanggannya. pendapatannya pun menukik. Apa karena efek doanya itu yah? Hingga Evi, kerepotan melayani lelaki. Mereka antrian. Evi ngos-ngosan: "Ah, untuk dapat rejeki, memang harus bekerja keras, penuh semangat dan pantang menyerah", bisik hati Evi.
Sebulan kemudian, ia berpapasan Uztad Mizan.
Apa kabar? Baik-baik Tad
Gimana pekerjaanmu? Aku resign Tad
***
Alkisah, Evi mundur. Uztad Mizan tak tahu menahu alasan Evi berhenti dari pekerjaannya. Hanya Evi yang tahu, Evi resign, karena aset satu-satunya hancur. Onderdilnya, aus diakibatkan ramainya pelanggan sebulan lamanya. Zona kepribadiannya, tak berfungsi lagi sebagaimana mestinya, alat kelaminnya lumpuh. Evi, bersedih sekaligus bersenang hati, sebab kehancuran Miss V-nya membuatnya bertobat kepada Allah. Kita tak tahu apa isi doa yang pernah dituliskan Uztad Mizan kepadanya. Hingga jalan hidup Evi berbalik haluan, sampai ia bersuami, punya anak-anak dan hidup normal dalam mahligai sebuah rumahtangga.
Hemmmmmmmm... Tuhan selalu punya metode yang terbaik buat hamba-hambaNya^^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H