Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Singapura, Terima Kasih Kawan

12 Februari 2014   12:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:54 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1392166350548184589

[caption id="attachment_322080" align="aligncenter" width="300" caption="nasional.kompas"][/caption]

Aku sungguh telah dijewer akan 'tweet' Bung Karno: JAngan Sekali-sekali MEninggalkan sejaRAH. Tak lagi dapat berkata-kata, sebab kubukan melupakan sejarah. Bahkanpun, aku tak pernah tahu, sejarah itu pernah ada. Aku alpa. Dan, Singapura usai mengingatkanku, Dwo Usman-Harun eks teroris, racun dan onak. Gelaran s'gala muram itu berjejak di Negeri Lee Kwan Yew.  Tetapi tidak di negeriku ini, jasad keduanya, jendela-jendela langit terbuka untuk mereka. Bumi welcome atas 'syahidnya'. Berkalang tanah demi martabat bangsanya, pun demi kontra neo-kolonialisme.

Sungguh lagi, jangan tanya, soal nasionalisme di sini. Akupun ikhlas mati, sebab bangsa ini adalah segala-segalanya. Daripada bercermin bangkai, diinjak-injak, diolok-olok negeri lain. Dan,.... aksi heroik Usman-Harun, drama penghancuran tentara-tentara lawan, artileri kolonial di Mac Donald House. Sungguh malulah aku ini, sebuah sejarah maha raya, tak kukenali sama sekali. Ya, tak pernah tahu.

Hunusan protes Singapura, atas labelisasi kapal perang Angkatan Laut Republik Indonesia yang telah final itu. Seolah mereka beruntai setengah paragraf: "Hei anak muda, kalian pernah punya prajurit super hero. Tapi kalian tak tahu-menahu soal itu. Mereka mati demi bangsanya, Usman-Harun. Keduanya di-Kalibata-kan, gugur bunga bangsa. Mereka pahlawan tanah airmu. Walau itu, lara masa lalu, dan duka masa kini, bagi rakyat kami, Singapura".

Singapura, terima kasih atas s'galanya. Andai engkau tak usik-usik, sungguhlah aku tak paham siapa mereka, siapa Usman-Harun. Sebab tiada pernah digamit dalam text-book. Keduanya karam oleh kitab-kitab korupsi, undang-undang hedonisme, dan perpu-perpu penggadaian tambang emas, nikel, minyak dan gas.

Dan,...kepada yang tercinta, mendiang Usman-Harun, kuteramat menyesal, barulah aku mengenal pahlawan mulia serupa kalian. Aku bercermin hari ini, atas seluruh nafas yang engkau sengalkan, atas nyawa yang engkau regangkan. Demi tanah tumpah darahmu. Maafkan aku, kusangat telat mengenal wahai pahlawanku. Andai saja, ada ensiklopedi pemakaman untuk kali kedua, sungguh aku akan hadir, pohonkan bait-bait doa suci. Dan mengabarkan ke seluruh rakyat bahwa kita berhak untuk mati, semacam engkau contohkan, atas nama bangsa Indonesia yang sangat kusayangi ini. Pahlawanku. Tenang dan damailah engkau di sana^^^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun