Cholericus...!. Dialah Abraham Samad. Ia hidup penuh semangat, keras, hatinya mudah terbakar, daya juang besar, optimistis, garang, mudah marah, pengatur, penguasa, pendendam, dan serius. Teori Claudius Galen ini pas dengan tipologi Abraham Samad.
[caption id="attachment_205458" align="aligncenter" width="300" caption="koran fesbuk info image"][/caption]
Cetak tebal warna merah; titik rawan Abraham Samad. Mantan 'anak nakal', sepenggal fakta historik kegarangannya. Bertabiat nomaden, berpindah-pindah sekolah, juga potret ketidaksabarannya. Saya 'menguliti' karakter berapi-api Abraham Samad, ini plus-minusnya. Karakter ini dapat didayagunakan 'lawan-lawannya' untuk menghabisinya. Prinsip diri Abraham Samad hanya ada dua warna: HITAM-PUTIH, BENAR-SALAH.
Intrik simpel untuk menyudahi perlawanan Abraham: Intenslah provokasi emosinya, gempur dengan tekanan, suguhkan kepanikan. Sebab, titik lemah terbesar Abraham Samad adalah reaktifitas level tinggi. Ini teramat berbahaya, baginya dan juga KPK.
Abraham paling tak bisa dihardik, diolok-olok. Ia akan beli kontan, bayar cash dan balik badan 'menghajar' sang pemaki. Tiada kata sikap sabaran, ia memang pintar tapi belum begitu cerdas berhadapan dengan simulasi-simulasi perang emosional.
Ia self confidence walau murninya ia seorang yang 'rapuh', ia kerap bersembunyi di balik kutipan orang-orang besar dan ia ingin mengikutinya. Doktoral Universitas Hasanuddin itu lekat dengan Baharuddin Lopa, bahkanpun disebut-sebut titisan Baharauddin Lopa. Ada perbedaan mendasar kedua orang ini: Baharuddin Lopa saat bicara, ekspresi tegasnya yang menyolok, sedang Abraham Samad, mimik marahnyalah yang terlukis.
* * *
Ketika santer kabar-kabari, Abraham akan mundur, saya percaya itu...!. Tipikal dia memanglah serupa itu, milih mundur daripada tak enjoy lagi, tak se-visi pula, plus tak ada ruang lagi untuk mengobarkan kebenaran. Ini akan blunder jika ia benar-benar tak dewasa, jika tak pandai mengatur ritme, jika tak lihai memlototi medan psikologis.
POLRI vs KPK, bukan lagi soal ranah kekuatan argumen pasal-pasal, bukan pula perkara channel hukum semata. Ini telah masuk dalam gerbang psywar, tanding psikis, perang kejiwaan, dan dentum psikologik. Rela tak rela, gadang-menggadang driving stimulator case, adalah 'tabuhan perang'.
Abraham Samad, tak boleh dibiarkan dalam kesendiriannya, wajib hukumnya ia miliki penasehat spiritual, netralisator keseimbangan psikologiknya merangkap konsultan akan derap langkah dan tindakan-tindakan yang akan ditapakinya.
Bukan tak mungkin, Abraham Samad akan uring-uringan, panik dan boomerang jika di-setting-kan perkara dan problematika yang tak bertalian dengan KPK. So?. Mawas dirilah terhadap bombing rekayasa dan desain-desain pengalihan persoalan. Abraham paham itu walau ia sulit menghadapi situasi yang sarat dengan dilemma-dilemma berkelas. Abraham Samad sadar, POLRI punya kemampuan dan 'kompetensi' untuk mengakhiri perlawanan Abraham dkk, lewat gubahan skenario demi skenario.