Artikel ini saya destinasi di rubrik SOSBUD, bukan di EDUKASI. Kenapa?. Karena memang yang saya tuliskan ini adalah budaya tahunan dari mahasiswa saya. Ini soal gerakan ide dan aktifitas mahasiswa saya, kegiatannya bernama pengaderan. Uhuy, pengaderan yang berjauh-jauhan dengan benih edukatif.
[caption id="attachment_200586" align="aligncenter" width="455" caption="sumber gambar: antara com"][/caption]
Saya sendiri menanggung beban malu sosial, sebab sayapun pernah berlakon seburuk itu, memerlakukan adik-adik saya jauh dari aroma kemanusiaan, memaksa mereka memakai atribut bak orang gila, memasukkan mereka ke laboratorium pengawetan mayat (cadaver) dalam keadaan gelap gulita. Saya benar-benar tak tahu malu, apa jadinya jika saat itu adik-adikku ada yang meninggal akibat ketakutan melebihi nilai ambang batas?. Andai artikel ini sempat terbaca oleh adik-adik saya itu, saya sangat memohon maafmu. Sungguh, kelakuan saya saat itu sangat primitif dan tak manusiawi.
* * *
Menjelang 'Acara Pengaderan Mahasiswa Baru Universitas Hasanuddin 2012". Sayapun bertanya kepada mahasiswa saya:
"Kira-kira apa nilai edukasinya saat Anda membentak mahasiswa baru?". "Apa subtansi saat Anda menyuruhnya berkumpul, berdiri, jongkok?" "Apa nilai akademiknya ketika seragam mereka dibubuhi atribut?" "Tahukah Anda apa yang mereka cari di perguruan tinggi ini?" "Tahukah Anda, mereka manusia, tak ingin diperlakukan seperti robot"
Mendengar lima pertanyaanku ini, mahasiswaku saling memandang dan seterusnya bersuara lantang: "Apapun yang terjadi pengaderan harus tetap berjalan sebab ini sudah menjadi budaya perguruan tinggi"
Akhirnya saya tinggalkan mereka sambil bersalaman satu per satu, saya tahu mereka tak suka dengan pertanyaan saya. Saya paham mereka ingin diberi "kebebasan mimbar, kebebasan akademik". Yang terasa aneh buat saya, sebab setiap mahasiswa baru wajib mengikuti kegiatan ini. Barang siapa yang tidak ikut maka dia tidak akan diterima sebagai KELUARGA MAHASISWA. Jelas ini sebuah FORCE, pemaksaan dan kesewenang-wenangan.
* * *
Saya malu menyaksikan pengaderan ala mahasiswa saya tapi saya lebih malu jika hanya sanggup mengritik tanpa menawarkan solusi yang humanistik, edukatif dan sustainable. Dan inilah solusi ala Muhammad Armand, Sang Kompasianer Makassar:
Berikan ruang...!
Yang saya maksud ruang; berikan space kepada mahasiswa baru apa yang mereka ingin tahu dalam dunia akademik dan lingkup perguruan tinggi.
Caranya...!
Buatkan kuesioner tertutup (close minded) dan terbuka (open minded). Saya yakin jawaban mereka akan mencengangkan dan membuat Anda termehek-mehek sebab apa yang Anda berikan selama ini tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Silakan tabulasi keinginan mereka dan buatlah program pengaderan sesuai dengan apa yang mereka inginkan, percayalah mereka akan enjoy mengikuti pengaderan itu. Sebab dalam kuesioner yang disebar itu, mahasiswa baru kemungkinan besar menuliskan jawaban: tak ingin dibentak, tak ingin dimarahi, tak ingin dipush-up, tak ingin disuruh berlari, tak ingin direndahkan dan tak ingin dimadu....ha ha ha
* * *
Cukuplah saya dan teman-teman yang pernah melakukan kebodohan dan persembahan atas minimnya kreatifitas nilai-nilai edukasi di perguruan tinggi, dan saya akui itu semua adalah peragaan manusia primitif^^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H