Halo sobat. EURO 2012 telah klar. Pertarungan sudah berakhir. Sekarang kita lanjutkan 'pertarungan' konsep di zona RSBI. RSBI ini mendapat cibiran yang luar biasa dari masyarakat.
Oh iya, Wakil Rektor III Universitas Hasanuddin tawarkan putri saya ke RSBI yang beliau kelola. Saya jawab: "Terima kasih, Pak". Tawaran ini pastilah bukan tawaran biasa, saya meyakini ini adalah permintaan, sekali lagi bukan sekadar tawaran. Sayapun paham, banyak anak dosen Unhas di RSBI itu, lokasinyapun di kompleks perumahan dosen. Tetapi, ini tetapi yah. Soal sekolah, saya serahkan kepada anak saya. Bukan saya yang memutuskan, saya hanya mensupport atas sekolah apa yang dia mau pilih. Dan ternyata putriku enggan memilih RSBI.
"Oh iya Pak. Ada temanku, anaknya mau masuk RSBI", bujukku ke Warek III Unhas "Bapaknya kerja dimana?", tanyanya "Bapaknya kerja di....", (saya menyebut pekerjaan sang bapak itu) "Aduh...., ada yang lain bos?"
* * *
Saya tak sanggup kendalikan artikel ini. So, maafkan saya jika di kemudiannya menggelisahkan. Tapi saya kok ngotot banget untuk berpendapat. Hahaha.
Dalam Bab XIV pasal 50 ayat 3 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pemerintah daerah harus mengembangkan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan menjadi bertaraf internasional. Nah ini dasar yuridisnya loh.
[caption id="attachment_198167" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustasi: kompas.com. Tuh anak-anak orang kaya...!"][/caption] Sejak RSBI hadir, tak ada baik-baiknya. Sindiran pedas meluncur: "RSBI itu, kastanisasi pendidikan". "RSBI, sekolahnya anak orang kaya" "RSBI, simbol doang internasional, mental tetap Melayu" "RSBI, itu kan proyek" "RSBI itu kebarat-baratan" "RSBI memakai manajemen KAPAL KERUK, cari keuntungan materi"
Duh, saya kok ngeri dengan respon super negatif ini. Kritik terbesar adalah soal Si Kaya dan Si Miskin?. Sabar aja dulu kawan, begitu yakinnya saya kalau RSBI ini, ceoat atau lembat akan merakyat. Sebab RSBI ini adalah kebutuhan primer di area pendidikan nasional.
RSBI ini sebagai jawaban atas doyannya rakyat Indonesia membanding-bandingkan sekolah LN dengan Dalam Negeri. Ini sebuah 'rintisan' yang sangat bagus -peningkatan mutu pendidikan- untuk kita. Walau school fee nya mencapai puluhan juta. Rela tak rela, kita menuju ke sana.
Tak Bergaransi
Banyak sudah tanggapan miris kepada RSBI ini, katanya tidak signifikan antara kehadiran RSBI dengan kelulusan di ajang Ujian Nasional. Lha, adakah sekolah yang menjamin kelulusan murid-muridnya di UN?. Yang dijalankan dalam setiap penyelenggaraan pendidikan adalah proses pembelajaran kok. Soal lulus atau gagalnya seorang murid di UN, itu adalah konsekuensi logis dan multi faktor yang mempengaruhinya. Yang ingin menyekolahkan putra-putrinya, salahlah jika berorientasi pada kelulusan.
Emang Kenapa Kastanisasi?
Bingung juga saya memakai kastanisasi ini, sebab kata dasarnya KASTA, yang sebenarnya jika diafiksasi menjadi KASTASASI, atau KASTAISASI tapi gak enak kedengarannya.. hahaha.
Hemmmm... jika tak ada kastanisasi dalam pendidikan, lantas di mana arena kompetisi?. Bukankah dengan membuka lahan persaingan (yang sehat, red) membuat spirit edukasi kian dinamis?. Kok sekarang ribut-ribut soal RSBI, padahal sebelumnya banyak sekolah berkasta, misalnya 'sekolah unggulan'. Lantas apanya sebetulnya yang dipersoalkan masyarakat?. Oh tarifnya yang kemahalan?. Ini mah alamiah..!. Bukankah jika ingin mendapatkan barang berkualitas harus ditebus dengan bayaran tinggi?.
Lha, soal kemiskinan dan keterjangkauan masyarakat menjadi masalah?. Loh, itu bukan persoalan kita, ini persoalan pemerintah kita, siapa suruh mereka aktif memiskinkan rakyatnya. Pemerintahlah yang harus bertanggungjawab atas kemiskinan ini. Makanya, saya bilang apa juga. RSBI bukan masalah buat kita, pendidikan gratis juga problem tuh. Problem utama negeri ini adalah kemiskinan, keterpurukan dan disability rakyatnya kok, rakyat begini rupa karena ulah pemerintah juga. Ah, sudahlah. Ini hanya cerita klasik yang terulang-ulang.
Yang subtansi, RSBI itu sangat baik, tujuannya jelas, dan syukur-syukur bangsa kita yang selenggarakan. Apa coba kalau bangsa Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Belanda yang mendirikan sekolah bertaraf internasional di sini. Ah gak taulah apa yang terjadi selain pasrah.. Hihihi
Ah, saya sangat setuju dengan RSBI ini walau masih banyak yang harus direparasi terutama tenaga pengajarnya, ketepatan infrastrukturnya dan pengayaan kurikulum terintegrasi dengan mentalitas peserta didik.
Saya bangga dengan RSBI walau anak saya tak ada yang sekolah di RSBI, sebab jenis sekolah adalah pilihan bukan paksaan. Banggalah saya sebab RSBI Made in Indonesia. Cibirlah RSBI namun satu hal yang kita patut ketahui bahwa mendikbud telah melakukan upaya untuk anak-anak bangsa. Kita boleh mencibir sekarang ini, tapi toh nantinya juga kita akan menuju pendidikan berlabel internasional. Sori, ini opini saya, mari kita diskusikan di kolom komentar. Apa maunya kita semua. Ok?^^^.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H