[caption id="attachment_143115" align="aligncenter" width="522" caption="illustrasi: ngajeng.wp"][/caption]
Mari Kita Rayakan Kematian Khadafy, kesan inilah yang saya terjemahkan dari berbagai pemberitaan yang bergembira atas kematian Khadafy. Termasuk pernyataan resmi dari menteri luar negeri Amerika Serikat yang terkenal baik hati, cerdas dan lembut. Pantaskah kita bergembira atas kematian sesama manusia?.
Saya salut akan budaya Francis -menanamkan nilai-nilai- Â manusia yang telah mati seyogyanya hal-hal yang baiklah yang harus kita ucapkan.
Saya terkesan dan apresiasitif terhadap komentar Saudari Linda Djalil di tulisan Abanggeutanyo: "Apapun, saya tetap mendoakan agar ia memperoleh tempat di sisi NYA….".
* * *
Ini bukan soal ketaksukaan terhadap Khadafy, tetapi ini menyangkut nilai-nilai humanism. Bolehlah kita benci seseorang, namun janganlah menghamburkan ucapan-ucapan yang tak manusiawi. Saya kok malah tercengang-cengang ketika ada Kompasianer sangat puas melontarkan energi negatifnya dan menyatakan: Khadafy pantas mendapatkannya, darah dibalas darah, itu hukum karma.
Saya menduga bahwa pemahaman hukum karma semacam ini adalah keliru. Bagamana jika hari ini saya menampar seseorang, berarti sayapun suatu waktu akan ditempeleng oleh seseorang. Pertanyaannya, apakah orang yang menempeleng saya juga akan mendapat tamparan dari orang lain juga?. Ya atau Tidak...!!!
Jika jawabannya "Ya" maka saya berani katakan bahwa bunuh-bunuhan sesama manusia sepanjang zaman akan berlangsung seumur peradaban manusia.
* * *
Bukan bermaksud menasehati namun alangkah tercerahkannya hati jika energi-energi negatif (memaki, merendahkan, memusuhi, membenci, menajiskan) diubah menjadi energi positif sampai pada titik temu pada tingkat kesadaran kemanusiaan kita.
Atas nama kemanusiaan, atas nama nilai manusia yang homo sapiens, homo rationale, banyak pilihan kalimat yang potensial untuk kita ucapkan seperti: