[caption id="attachment_386039" align="aligncenter" width="300" caption="aniesbaswedan.com"][/caption]
Dikit-dikit heboh....Tuh mendikbud dapat sengsara lagi, soalnya beliau bikin pernyataan agar di sekolah, murid berdoa sebelum dan sesudah belajar. Perasaan dari dulu mah yang gini-gini Pak Menteri. Sejak ayah ibuku sekolah, selalu doa kok sebelum mulai belajar di kelas. Mangkenya, ya Pak Menteri. Kudu hati-hati bikin statemen deh. Soale, bangsa ini sedang trend heboh-hebohan. Apa aja dihebohin. Ya ubilah, ya hotellah, ya perahulah, kapal, sampan, katinting dan katontong.
Kalau gak penting-penting amir sih, usah diucapin seenake dhewe, kasihan wartawan, bisa salah interpretasi. Lagian, mana ade pernyataan pejabat yang laris tanpa bumbu-bumbu Pak. Saya aja yang bukan orang gede, atut-atut bikin setatus di medsos. Bisa-bisa diplesetkan dan dibuatkan gambar-gambar plus edit-editnya. Saya gak tahan banting Pak, masih tipis mukaku, belum bisa ditebalkan, tebal muka maksudku Pak.
***
Lha, guruku dulu di SD, bilang gini: anak-anaku, sebelum belajar, kita berdo'a sesuai keyakinan masing-masing. Sama kan kalau ada acara-acara seremonial. Lagian soal doa, soal privacy sih Pak. Soal siapa yang mimpin do'a, itu hanya soal metoda saja. Intinya doa itu kebaikan bersama, kedekatan pada Tuhan, cerminan hamba yang baik -yang ngerti posisinya sebagai ciptaan Tuhan- dan tahu diri.
Tapi bagus juga Pak Menteri, biar pendidikan kita dikuatkan dengan aspek reliji, mental yang baik, rohani yang kaya-raya. Bukan apa-apa sih, tak sedikit di kalangan orang dewasa sendiri, alpa berdoa kepada Tuhan atas etiap aktifitas yang akan dilakukan. Ini memang soal pembiasaan Pak Menteri. Lah, saya aja sebelum dan sesudah menulis di Kompasiana ini, saya berdoa loh Pak. Ini karena pembiasaan aja. Iya juga sih, usia anak SD, SMP dan SMA itu, usia emas untuk pembentukan kebiasaan. Jadi tak salahlah Pak Menteri.
Soal berdoa ataupun doa mendoakan itu memang sangat perlu Pak, setidaknya fungsi lainnya adalah penyerahan sepenuh diri kepada Tuhan akan keterbatasan kita. Lainnya agar pelajaran tidak alot dan membersihkan jalan-jalan hati yang kurang bersih. Bukankah ilmu itu diirigasi oleh NUR? Bahasa lainnya adalah hati, sukma, sanubari, batin dan jiwa.
Ada selentingan kabar juga agar do'a di sekolah tidak didominasi oleh do'a Islam. Maksudnya gimana yah? Apa karena mayoritas anak-anak itu beragama Islam  hingga doanya dilakukan secara Islam? Akh, sudah pemandangan umum dan biasa. Oh iya Pak Menteri, saya saat ngajar di Papua sana, doanya didominasi oleh Nasrani kok. Jadi tergantung kesepakatan saja, toh kita berdoa sesuai dengan agama masing-masinglah.
Yang spektakuler itu kalau dibuatkan paradigama baru, misalnya di mayoritas Muslim, yang pimpin doa adalah Non Muslim, atau sebaliknya, pada mayoritas Nasrani, yang pimpin do'a adalah Non Nasrani. Â Akh, perkara-perkara begini, usahlah kelewat dimention-mention. Sebab Indonesia ini negara relijius kok, sampai-sampai saking relijiusnya, eh malah bertengkar. Kok sama-sama ngaku beragama bisa ribut yah.
Ehem, saya hanya warga kecil Pak Menteri, bermohon agar pernyataan-pernyataan yang tak pelru-perlu amat, ditahan dululah.
Wallahu a'lam bissawab^^^