Tsu spektakuler, fenomenal dan visioner. Walau server-nya belum seampuh Facebook dan belum segesit Twiter. Tsu miliki aturan ketat, jumlah posting dibatasi, komentar pun tak bebas, follow dijatah. Seolah Tsu berkata: "Howee, walau Tsu berbayar, Anda jangan serakah bro". Serasa hadir keunikan di sana, motif pengguna sangatlah dominan akan ajang buruh Dollar ($). Tertambat unsur emosional di sana. Diam-diam kita ini memanglah human economic, matre dan sendu (senang duit).
Facebook dan Kompasiana
Terenyuh jugalah Kompasianer Makassar ini, menyaksikan beragam gambar 'olok-olokan' kepada CEO Facebook, Mark Zuckerberg. Tak tega membiarkan Mark dijadikan bulan-bulanan, hingga penulis tawarkan advis di sebuah status di akunku dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata, pas-pasan dan tersengal. Mohon koreksi bila grammar-ku belepotan.
[caption id="attachment_389491" align="aligncenter" width="300" caption="www.tsu.com"]
Status yang terlayangkan itu, mayoritas disambangi  Kompasianer, esensinya mereka agree. Tak elok memburuk-burukkan Facebook yang nota bene toh masih kita gunakan sampai detik ini, Mark telah sangat berkontribusi atas perubahan dunia. Penulis malah menggelarinya sebagai salah seorang tokoh yang berpengaruh dan mengubah dunia di abad ini. Mark 'anak cerdas', beliau tak mungkin diam. Barangkali, ia sedang memikirkan agar medsos raksasanya tak ditinggalkan oleh warganya. Bisa saja, Mark memiliki teknik lain untuk memakmurkan warganya, tarulah memberikan beasiswa kepada akun-akun yang selama ini loyal pada facebook. Ataukah, beliau kampanyekan akan mendonasikan pendapatan facebook kepada negara-negara miskin. Bila itu terjadi, maka pemilik akun di facebook turut mengentaskan kemiskinan dunia. Saya begitu yakin akan kapasitas seorang Mark. Kedua medsos (FB+Tsu) tiada tertutup kemungkinan untuk selenggarakan kolaborasi, hingga kedua tokoh muda ini tiada terlilit dalam nuansa kompetisi. Yang akan terdaulat, malah MITRA RAKSASA dalam mengukir peradaban dunia.
[caption id="attachment_389505" align="aligncenter" width="300" caption="Kuasah tulisanku di Kompasiana ini"]
Lalu apa relasinya dengan Kompasiana? Alhamdulillah, sampai kini belum ada yang menegatifkan Kompasiana, media ini tetap menjadi pilihan utamaku dalam menulis. Sisi lain, tergeletak curiga bahwa saya akan turunkan animo menulisku di Kompasiana lantaran kehadiran media buatan Sebastian Sobczak itu. Oh No! Penulis dari Timur Indonesia ini, tetap gigih menulis dan menulis di Kompasiana ini. Barangkali saya tergolong Kompasianer yang tiada mudah lupakan jasa-jasa Kompasiana yang telah 'membesarkanku', mendidikku sebagai jurnalis warga, penulis dan rakyat Indonesia.
[caption id="attachment_389503" align="aligncenter" width="300" caption="www.tsu.com @dikk21"]
Informasi akurat, aktual, terbaharukan, toh lagi-lagi kusuai di Kompasiana. Dan soal Tsu, pun kuperoleh dari sebuah artikel media. Tulisan 'heboh' itu dikreasi oleh Kompasianer, bernama Didik Djunaedi. Artikel tekno-internet milik Kompasiana itu bertajuk: "Tsu, Media Sosial yang Akan Membayar Anda". Inilah tulisan perdana di Kompasiana perihal Tsu (bila kutak keliru, red).
[caption id="attachment_389506" align="aligncenter" width="300" caption="Sebastian Sobczak, Founder Tsu (handsome, humble, humanity) www.tsu.com"]
Lagi, jangan olok-olok facebook
Tiada pantas, penulis sertakan beratus gambar yang mengejek-ejek facebook di sini. Analogi gambar itu, sungguhlah tak enak kupandang. Betapa tidak, foto Mark disertakan kata duka: R.I.P. Itu tak etis, dan tiada penghormatan kepada founder-nya, Mark Zuckerberg. Sebab, kehidupan ini akrab dengan kecenderungan dan teori-teori alamnya. Bahwa, hidup ini memanglah fluktuatif. Roda kehidupan barulah seimbang ketika naik-turunnya. Kadang di atas, kadang di bawah. Tiada equilibrium bila di atas terus-terusan, dan cukup celakalah bila di bawah terus-terusan.
[caption id="attachment_389510" align="aligncenter" width="300" caption="www.tsu.com"]
Buatku, facebook dan Tsu akan 'kumanfaatkan' untuk tautkan artikelku di Kompasiana. Tak guna mengolok-olok facebook. Dan, hadirnya Tsu tiada akan mengendorkan spiritku menulis di Kompasiana. Sebab, tulisan di Kompasiana adalah ibadah untukku. Dan Kompasiana, ajang interaksi tingkat tinggi, serah-terima pengalaman, ide, dan variatifnya adab-adab serta dinamika sosial budaya bangsa.
Hari ini facebook memang 'dibantai' Tsu, bisa jadi besok-besok Tsu 'dibantai' oleh Kompasiana^^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H