DUA Kompasianer, tiap bertemu di sebuah lapak panas, bertengkar tak berkesudahan. Amatlah menarik buatku, saya personifikasi mimiknya seolah di depanku, kusaksikan wajahnya tiada simetris, tegang dan sewaktu-waktu terbakar. Kedua Kompasianer ini tidak difasilitasi kekuatan untuk menerima pendapat satu sama lain.
[caption id="attachment_391377" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar ini sangat familiar dengan kita, anggap saja foto ini adalah kita (www.montvillecounseling.com)"][/caption]
Perkara kesulitan menerima opini orang lain, jelas itu kajian psikologi. Mengapakah orang tak mudah menerima pendapat orang lain? Egolah jawaban populernya. Namun, tiada sesederhana itu pendeskripsian ego. Ego memang 'kasus' sederhana, sebab EGO itu netral; bisa baik-bisa jelek. Ya, ego itu simpel, hanyalah urusan manifestasi dari id.
Semua sama
Manusia sejak dilahirkan, telah diberikan fasilitas kejiwaan yang sama. Marah, cemburu, iri, bahagia, suka, senang dan beratus gejala emosi lainnya, kita tiada berbeda. Latihanlah yang membuat seseorang menguatkan aspek kejiwaannya. Sering-seringlah latihan marah, yakinlah hasilnya akan spektakuler. Marah sudah bagian penting dari hidup Anda. Terbiasa tak menerima pendapat orang lain, pun proses latihan yang kita tidak sadari, dia akan kian menguat dan kental, hingga jadilah kita monoton dalam karakter. Lalu apa gunanya artikel inikah? Gak kok, sekedar memberi tahu kepada Anda bahwa ada pembagian tipologi dalam kesulitan penerimaan pendapat orang lain. Keputusan untuk menghindarinya ada di tangan Anda kok.
Red Line
Inilah pembawaan manusia yang teramat berbahaya, dia konsisten dengan egosentrisnya. Pendapatnya 100 persen benar, orang lain salah total, salah semua, tiada yang benar. Kecenderungan manusia serupa ini: kurang teman, banyak musuh. Orang semacam ini juga tak peduli mau banyak musuh, sing penting menang dalam perdebatan. Ia lupa akan sebuah quote: "Semakin banyak perdebatan yang Anda menangkan, semakin banyak pula musuh Anda".
Apakah ini penyakit? Oh bukan. Ini hanyalah gejala kejiwaan, bukan kelainan jiwa. Mengapa ia begitu 'perkasa' dalam berdebat? Karena ia majukan 'ke-atas-annya', orang ini super. Manusia sejenis ini, asyik bermain di zona self esteem, pendapatnya dibantah ringan saja, dia sudah merasa terjatuh, terguling-guling pula. Sangat sensitif, manusi golongan ini. Esesni manusia ini; tak menerima pendapat.
Moderate Line
Manusia dalam tipe ini, masihlah lebih 'unggul' di banding Red Line, manusia ini memang ego tetapi masih mau menerima pendapat orang lain. Terjadi dua kebenaran menurutnya, dia benar, orang lainpun tak salah. Cukup asyiklah ngobrol dengan orang seperti ini. Unsur-unsur merasa pintarnya, masih terkalahkan oleh jiwa moderatnya. Inilah manusia yang menginginkan agar kita berkembang bersama, maju bersama dalam evolusi pemikiran dan tumbuh dalam keseimbangan.
Subjective Line