Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sulit Terima Pendapat Sesama? Ini Sebabnya!

18 Januari 2015   03:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:55 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DUA Kompasianer, tiap bertemu di sebuah lapak panas, bertengkar tak berkesudahan. Amatlah menarik buatku, saya personifikasi mimiknya seolah di depanku, kusaksikan wajahnya tiada simetris, tegang dan sewaktu-waktu terbakar. Kedua Kompasianer ini tidak difasilitasi kekuatan untuk menerima pendapat satu sama lain.

[caption id="attachment_391377" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar ini sangat familiar dengan kita, anggap saja foto ini adalah kita (www.montvillecounseling.com)"][/caption]

Perkara kesulitan menerima opini orang lain, jelas itu kajian psikologi. Mengapakah orang tak mudah menerima pendapat orang lain? Egolah jawaban populernya. Namun, tiada sesederhana itu pendeskripsian ego. Ego memang 'kasus' sederhana, sebab EGO itu netral; bisa baik-bisa jelek. Ya, ego itu simpel, hanyalah urusan manifestasi dari id.

Semua sama

Manusia sejak dilahirkan, telah diberikan fasilitas kejiwaan yang sama. Marah, cemburu, iri, bahagia, suka, senang dan beratus gejala emosi lainnya, kita tiada berbeda. Latihanlah yang membuat seseorang menguatkan aspek kejiwaannya. Sering-seringlah latihan marah, yakinlah hasilnya akan spektakuler. Marah sudah bagian penting dari hidup Anda. Terbiasa tak menerima pendapat orang lain, pun proses latihan yang kita tidak sadari, dia akan kian menguat dan kental, hingga jadilah kita monoton dalam karakter. Lalu apa gunanya artikel inikah? Gak kok, sekedar memberi tahu kepada Anda bahwa ada pembagian tipologi dalam kesulitan penerimaan pendapat orang lain. Keputusan untuk menghindarinya ada di tangan Anda kok.

Red Line

Inilah pembawaan manusia yang teramat berbahaya, dia konsisten dengan egosentrisnya. Pendapatnya 100 persen benar, orang lain salah total, salah semua, tiada yang benar. Kecenderungan manusia serupa ini: kurang teman, banyak musuh. Orang semacam ini juga tak peduli mau banyak musuh, sing penting menang dalam perdebatan. Ia lupa akan sebuah quote: "Semakin banyak perdebatan yang Anda menangkan, semakin banyak pula musuh Anda".

Apakah ini penyakit? Oh bukan. Ini hanyalah gejala kejiwaan, bukan kelainan jiwa. Mengapa ia begitu 'perkasa' dalam berdebat? Karena ia majukan 'ke-atas-annya', orang ini super. Manusia sejenis ini, asyik bermain di zona self esteem, pendapatnya dibantah ringan saja, dia sudah merasa terjatuh, terguling-guling pula. Sangat sensitif, manusi golongan ini. Esesni manusia ini; tak menerima pendapat.

Moderate Line

Manusia dalam tipe ini, masihlah lebih 'unggul' di banding Red Line, manusia ini memang ego tetapi masih mau menerima pendapat orang lain. Terjadi dua kebenaran menurutnya, dia benar, orang lainpun tak salah. Cukup asyiklah ngobrol dengan orang seperti ini. Unsur-unsur merasa pintarnya, masih terkalahkan oleh jiwa moderatnya. Inilah manusia yang menginginkan agar kita berkembang bersama, maju bersama dalam evolusi pemikiran dan tumbuh dalam keseimbangan.

Subjective Line

Golongan ini tergolong unik sekaligus lucu. Dia sosok alot dalam berdebat/diskusi, selama ia merasa bahwa lawan debatnya masih sejajajar atau di bawahnya. Tak mudah menjinakkan manusia bertipe begini kecuali berhadapan dengan 'gurunya'. Ia langsung tersenyum, lipat tangan (menyerang terselubung). Ia tak berkutik bila sparing partner nya lebih tinggi pengetahuannya, lebih banyak pengalamannya dan lebih luas wawasannya. Sebuah apresiasi yang subyektif sebab tiada garansi bila orang sudah berpengalaman/tua akan selalu benar pendapatnya. Padahak kebenaran itu netral, bisa datang dari mana saja.

Apatic Line

Dan inilah tipe yang sungguh cuek, tanpa emosi, pendapatnya adalah semau gue, dan diyakini benar. Dia bisa bilang, tadi saya liat matahari terbit dari Barat. Sulit didebat orang ini karena ia akan bilang; kamu mau apa kalau saya memang lihat fakta mataharinya begitu. Berhadapan dengan makhluk ini, Anda cukup tertawa sajalah. Toh sudah begitu keadaan psikisnya.

Penyebab

Iklim sosial budaya, menjadi salah satu pemicu terlahirnya manusia-manusia yang sulit menerima pendapat orang lain. Daerah asal kelahiran, pun menjadi salah satu motif egonya seseorang. Tiada hubungan genetika di sini, genetika dimerger dengan lingkungan. Faktor lain adalah faktor pendidikan, status sosial dan seperangkat jabatan dan pangkat. Mestinya semakin tinggi jabatan, semakin tegak menerima pendapat orang lain.

Adakah solusi atas gejala kejiwaan ini? Jawabnya: latihan dan latihan menerima pendapat orang lain tanpa henti. Latihan dapat diaplikasikan dengan beragam teknik seumpama teknik tak reaksionis atas pendapat orang lain, teknik endapan dan metode tarik-ulur. Jangan pernah katakan bahwa menerima pendapat orang lain adalah kelemahan sebab sesungguhnya itu adalah kekuatan yang tersembunyi^^^

--------------

Sumber: text book Psikologi Kontemporer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun