Golongan ini tergolong unik sekaligus lucu. Dia sosok alot dalam berdebat/diskusi, selama ia merasa bahwa lawan debatnya masih sejajajar atau di bawahnya. Tak mudah menjinakkan manusia bertipe begini kecuali berhadapan dengan 'gurunya'. Ia langsung tersenyum, lipat tangan (menyerang terselubung). Ia tak berkutik bila sparing partner nya lebih tinggi pengetahuannya, lebih banyak pengalamannya dan lebih luas wawasannya. Sebuah apresiasi yang subyektif sebab tiada garansi bila orang sudah berpengalaman/tua akan selalu benar pendapatnya. Padahak kebenaran itu netral, bisa datang dari mana saja.
Apatic Line
Dan inilah tipe yang sungguh cuek, tanpa emosi, pendapatnya adalah semau gue, dan diyakini benar. Dia bisa bilang, tadi saya liat matahari terbit dari Barat. Sulit didebat orang ini karena ia akan bilang; kamu mau apa kalau saya memang lihat fakta mataharinya begitu. Berhadapan dengan makhluk ini, Anda cukup tertawa sajalah. Toh sudah begitu keadaan psikisnya.
Penyebab
Iklim sosial budaya, menjadi salah satu pemicu terlahirnya manusia-manusia yang sulit menerima pendapat orang lain. Daerah asal kelahiran, pun menjadi salah satu motif egonya seseorang. Tiada hubungan genetika di sini, genetika dimerger dengan lingkungan. Faktor lain adalah faktor pendidikan, status sosial dan seperangkat jabatan dan pangkat. Mestinya semakin tinggi jabatan, semakin tegak menerima pendapat orang lain.
Adakah solusi atas gejala kejiwaan ini? Jawabnya: latihan dan latihan menerima pendapat orang lain tanpa henti. Latihan dapat diaplikasikan dengan beragam teknik seumpama teknik tak reaksionis atas pendapat orang lain, teknik endapan dan metode tarik-ulur. Jangan pernah katakan bahwa menerima pendapat orang lain adalah kelemahan sebab sesungguhnya itu adalah kekuatan yang tersembunyi^^^
--------------
Sumber: text book Psikologi Kontemporer