Ciputat sebuah daerah yang berada di pinggiran Jakarta, lebih tepatnya di Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Pada bulan Mei lalu ditetapkan menjadi daerah terpanas dengan suhu harian mencapai 33.8 -- 36.0 derajat celcius. Dikutip dari bisnis.com menurut Miming, Â Kepala Bidang Direksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG menjelaskan kemungkinan penyebab Ciputat mempunyai suhu yang panas adalah karena daerah tersebut mempunyai elevasi yang rendah, dan jaraknya yang cukup dekat dengan permukaan laut.
Penyebab lain Ciputat menjadi daerah terpanas yaitu, kurangnya lahan terbuka hijau dan pepohonan, serta emisi gas bahan bakar kendaraan. Pepohonan dan ruang terbuka hijau berperan besar untuk menyeimbangkan efek rumah kaca dengan menyerap lebih banyak karbon dioksida dan mencegahnya terperangkap di atmosfer. Sementara itu, tumbuhan juga akan mengeluarkan gas oksigen untuk membantu menetralkan suhu bumi yang kian memanas.
Selanjutnya penyebab utama dari panasnya Ciputat yaitu emisi gas bahan bakar kendaraan yang melimpah. Hampir ribuan kendaraan memadati Jl. Ir. H. Juanda pada jam sibuk antara pukul 06.00-10.00 WIB dan 15.00-20.00 WIB. Memungkinkan menjadi penyebab yang paling krusial karena hampir setiap hari karbon dioksida memenuhi daerah tersebut.Â
Salah satu anggota  Dinas Perhubungan (Dishub) Tangerang Selatan Nuri penyebab kepadatan kendaraan, yaitu faktor volume kendaraan, banyaknya kendaraan yang melakukan arah putar balik, serta akses jalan yang kurang lebar.
"Untuk jalan Juanda yang arah dari Ciputat ke Pamulang itu faktor satu faktor volume kendaraan, untuk yang keduanya faktor newten putaran untuk putar arah atau sebagainya, mungkin dari kebijakannya mungkin pengaturan untuk kendaraan roda empat maupun roda dua pada jam-jam sibuk, jam sekolah dan jam pulang kerja mungkin seperti itu," ujarnya.
Penyebab emisi gas termasuk karbon biasanya karena aktivitas pembakaran senyawa-senyawa yang mengandung unsur karbon. Pembakaran bahan bakar fosil di bidang industri dan manufaktur, transportasi, serta emisi yang diperlukan untuk keperluan barang dan jasa yang dikonsumsi manusia. Perkotaan merupakan penyumbang terbesar emisi karbon di dunia. Sebagian besar emisi yang dikeluarkan berasal dari sumber bergerak atau kendaraan bermotor. Sebanyak 60% gas buang di perkotaan merupakan hasil pembakaran dari kendaraan bermotor, diantaranya adalah gas CO.Â
Tiara De Silvanita sebagai aktivis lingkungan dan anggota Extinctionrebelion Indonesia mengungkapkan penyebab lain dari hasil emisi gas buang dan kepadatan , yaitu kurangnya ruang terbuka hijau yang dimana  sangat optimal dalam penyerapan gas buang. Dan benar daerah Ciputat masih minim dengan ruang terbuka hijau.
"Masalah lain yang dihadapi perkotaan adalah kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan keterbatasan lahan serta jumlah kendaraan semakin meningkat. Â Kepadatan penduduk juga mengurangi jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berfungsi sebagai penyerap emisi karbon karena banyaknya alih fungsi lahan. Salah satu bentuk RTH yang dapat dioptimalkan sebagai penyerap emisi dari kendaraan bermotor misalnya jalur hijau jalan (JHJ). JHJ memiliki peran penyangga lingkungan dengan tiga fungsi utama yaitu fungsi reduksi polusi udara, fungsi peredam kebisingan, dan fungsi pembatas (barrier). Pepohonan pada JHJ memiliki fungsi ekologi utama sebagai penambat karbon dan mengurangi polusi kendaraan bermotor," ujarnya.
Berdasarkan fungsi dan perannya, seharusnya JHJ bisa menjadi solusi mengurangi emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Namun fakta di lapangan daerah perkotaan seperti Ciputat menunjukkan JHJ sangat minim dan belum berfungsi secara optimal. Jadi ada gap yang besar antara jumlah karbon yang dapat diserap oleh tanaman dengan emisi karbon yang dihasilkan.
Selanjutnya Tiara mengatakan bahwa jika ini terus dibiarkan akan menjadi dampak yang lebih serius bagi bumi kedepannya. Dampak lain dari emisi karbon adalah lingkungan, kesehatan,ekonomi serta potensi banjir karena mencair es Kutub Utara.