Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Flash Fiction] Pikiran Kotor Sang Koruptor

5 April 2020   02:15 Diperbarui: 5 April 2020   02:37 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: rmol.com)

Telpon berdering. Tapi meskipun meja kecil itu jaraknya hanya sejangkauan saja dengan tempat tidur, aku memilih untuk  bergeming dalam kehangatan. Tubuh Irene yang kudekap sejak semalam, rasanya sayang kalau untuk sesaat saja kurenggangkan. Demikian juga dengan Irene yang seperti ikan masuk ke perangkap. Sedikitpun tubuh telanjangnya sama sekali bak enggan bergerak. 

Dering telpon pun lenyap berganti dengkuran halus Irene. Nafasnya menyapu dadaku. Sementara kedua tangannya membelit erat di leherku. Sedangkan tangan kiriku mengunci tubuh bagian atasnya, dan pangkal tangan kananku dijadikan ganjal kepala perempuan yang ku-booking sejak kemarin malam.

Iphone 11 yang ditaruh di atas meja kecil, di samping tempat tidur, kembali nyaring  berdering.

"Keparat!"aku mengumpat, walau tidak terucap. Hanya dalam hati saja. Sementara tanganku yang mendekap tubuh Irene, apa boleh buat dengan terpaksa harus kuangkat untuk beberapa saat. 

Kuraih telpon genggam yang mengusik  itu dengan penuh selidik. Jangan-jangan ibunya anak-anak, atawa atasanku yang memang sama sekali tidak aku harap. Paling tidak untuk menghadapi dua orang ini aku harus memutar otak, mencari siasat agar tetap selamat. Ya, sebagai suami yang setia dan hebat, dan sebagai bawahan yang selalu taat.

Kecuali barangkali kalau penelpon itu orang yang membutuhkan bantuanku, walaupun dalam situasi dan kondisi apapun - termasuk seperti di saat  sedang memadu berahi sekarang ini, sudah pasti akan kuluangkan waktu untuknya. 

Jantungku seakan terhenti untuk sesaat ketika melihat layar telpon genggam yang kupegang dengan tangan sedikit bergetar. Ada apa malam-malam begini Bapak Kepala Dinas menghubungiku?

Apakah dia sedang kedinginan, dan butuh selimut hidup seperti yang sedang kulakukan?

Aku bangkit dari tempat tidur dengan berhati-hati. Agar Irene tidak terganggu dari tidurnya. Kasihan dia. Setelah dari sore sampai jelang pukul 11 malam tadi bersamaku berenang mengarungi samudra berahi yang penuh indahnya gelora bak malam pertama. Sekalipun sesungguhnyalah bukan atas nama cinta dan kasih sayang, dan hanya melalui transaksi jual-beli, tapi karena pelayanannya yang membuatku merasa puas sekali, sehingga aku harus tetap bersikap manusiawi.

Lalu aku berjalan ke arah kamar mandi. Setelah pintu kututup rapat dari dalam, tombol jawabpun segera kupijat.

"Hallo, selamat malam, Pak!" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun