Apabila seseorang memiliki ambisi untuk merubah kehidupan ke arah yang lebih baik lagi ketimbang saat ini, adalah suatu hal yang manusiawi memang.
Demikian juga halnya bagi seorang yang berstatus pegawai, baik yang bekerja di lembaga swasta, maupun di lembaga pemerintahan. Suatu hal yang nonsens jika akan tetap stagnan. Kecuali jika yang bersangkutan sudah tidak layak lagi untuk mendapat promosi.
Karena faktor usia yang sudah mendekati kategori tidak produktif lagi, atawa disebabkan oleh ijasah pendidikannya yang hanya mampu berkutat di level OB. Apa boleh buat. Pasrah adalah pilihan terbaik. Daripada dibuai mimpi yang tidak akan pernah kesampaian, bisa-bisa malah masuk rumah sakit jiwa.
Sementara bagi pegawai yang masa kerjanya masih panjang, ditunjang dengan ijasah yang lengkap dari TK hingga S1 sudah disandangnya, ditunjang juga dengan konduite kerja yang jempolan, maka ambisi untuk mendapat kedudukan yang lebih tinggi adalah suatu hal yang niscaya bakal dialami, dan jangan pernah ditolak lagi bila tiba saatnya nanti.
Hanya saja yang terjadi di negeri ini, selain faktor yang disebutkan di atas tadi, dalam kenyataannya lebih banyak lagi faktor penentu yang sesungguhnya berada di luar syarat dan ketentuan yang lazim diberlakukan.
Sudah bukan rahasia lagi tentunya jika ingin mendapatkan promosi jabatan, faktor yang di kalangan masyarakat dikenal dengan istilah yang disingkat D4, ikut menentukan nasib seorang pegawai. Adapun kepanjangan dari istilah itu adalah: Duit (uang), Dekat, Dukun, dan Dugem.
Maksud dari Duit, adalah uang tentunya. Seorang pegawai harus menyediakan sejumlah uang untuk mengurus promosi jabatannya, dan diberikan kepada Sang Atasan yang memiliki wewenang. Â Dalam hal ini bahasa ekstrimnya dari masalah tersebut lebih dikenal dengan sebutan: Suap. Ya, memberi suap kepada beliau-beliau sudah dianggap lumrah adanya
Sedangkan Dekat, maksudnya masih ada ikatan kekeluargaan, atawa paling tidak berkawan akrab. Misalnya saja karena sama-sama satu alumni, atawa karena adanya kesamaan hobi.
Sementara Dukun, apa lagi kalau hubungannya dengan dunia mistis yang masih kental dengan budaya bangsa Indonesia ini. Tidak peduli seorang berpendidikan tinggi, dan sebagai penganut agama yang taat, Â dalam kenyataannya orang pintar yang kental dengan masalah di luar nalar itu masih juga diminta pertolongannya. Salah satu di antaranya untuk memuluskan kenaikan jabatan yang dimpikannya.
Adapun yang dimaksud Dugem di sini, selain singkatan dari dunia gemerlap, ditambah lagi di belakangnya dengan hal yang lebih mengarah pada urusan ranjang. Sebab bukan rahasia lagi, banyak pejabat tinggi di institusi pemerintahan maupun perusahaan swasta yang gemar mengumbar syahwat kepada perempuan yang tidak tercatat sebagai istri sahnya.
Sebagaimana yang pernah terjadi dengan seorang guru sekolah dasar di kampung kami. Untuk mendapatkan promosi menjadi kepala sekolah, selain menempuh cara-cara yang sudah sesuai dengan syarat dan ketentuan, yang bersangkutan pun memilih cara yang disebutkan di atas tadi untuk memuluskannya.
Bahkan apa yang dilakukan yang bersangkutan boleh dibilang lebih ekstrim lagi. Dan membuat terbelalak mata banyak orang sekitar.
Sungguh. Guru sekolah dasar itu juga tega memberikan anak gadisnya yang baru lulus kuliah kepada seorang pejabat berwenang di tingkat kabupaten, demi mewujudkan ambisinya menjadi seorang kepala sekolah, yang di kampung kami masih akrab dikenal dengan sebutan Mantri Guru itu.
Padahal sebetulnya anak gadisnya itu sudah mempunyai pacar yang seusia dengannya. Hanya saja atas desakan orang tuanya, dan kebetulan pejabat berwenang di kabupaten itu pun memang doyan daun muda, akhirnya anak gadis guru sekolah dasar itu menuruti permintaan orang tuanya.
Apa lagi setelah diiming-imingi rumah dengan isinya, plus sebuah sedan Honda Jazz, serta akan diangkat sebagai aparatur sipil negara, jadilah guru sekolah dasar itu sebagai seorang kepala sekolah, dengan bermenantukan pejabat berwenang di tingkat kabupaten, karena telah menikah siri dengan anak gadisnya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H