Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapa Hanya Fadli Zon yang Kena "Gebuk"?

26 November 2019   10:10 Diperbarui: 26 November 2019   10:19 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik pengangkatan staf khusus milenial dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi, belakangan ini hingar-bingarnya masih tetap dibiarkan mengambang oleh pihak Istana.

Kecuali kritikan yang diungkapkan wakil ketua umum partai Gerindra, FadliZon,  yang sudah mendapat jawaban melalui Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Ihwal kritikan mantan wakil ketua DPR RI periode 2014-2019, mendapat respon langsung dari Istana Kepresidenan, bisa jadi karena kebiasaan FZ yang memiliki watak bicara ceplas-ceplos, dan terkadang asal njeplak, ditambah pula sering tanpa argumentasi yang jelas, maka Istana pun sepertinya memberikan respon yang spontan juga.

Pramono pun, entah serius entah hanya berkelakar, mengatakan kalau kritikan yang keluar dari mulut Fadli Zon hanyalah sekedar hiburan belaka.

"Terus terang kita kangen kalau Pak Fadli enggak bilang itu. Jadi kita anggap saja itu hiburan dari Senayan untuk Pak Presiden dan buat kami semua dari Pak Fadli," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Maka apabila diterjemahkan, apa yang diungkap Pramono di atas, langsung atawa tidak langsung mengatakan jika Fadli Zon merupakan seorang pelawak yang biasa menghibur pihak Istana. Sebab bagaimana pun yang namanya penghibur lewat kata-kata, ya apa lagi kalau bukan seorang pelawak.

Pelawak dari Senayan. Apakah layak jika Fadli Zon dijuluki seorang pelawak? Sepertinya tidak juga. Sebab yang namanya pelawak, paling tidak akan membuat penonton tertawa apa pun yang dilontarkan dari mulutnya. Sementara yang dicetuskan FZ, dimata publik hanyalah ungkapan frustasi seorang pecundang belaka.

Memang betul. Dalam suatu pemerintahan demokrasi dibutuhkan adanya keseimbangan dalam menjalankannya. Maksudnya supaya tidak kebablasan. Bahkan tidak sampai berubah menjadi otoriter. Penyeimbang itu adalah pihak yang berada di luar pemerintahan. Oposisi disebutnya, tentu saja. Namun mereka yang menjadi oposisi, dalam mengkritisi setiap kebijakan pemerintah seyogyanya dibarengi dengan argumentasi yang jelas. Dibarengi dengan data dan fakta yang akurat. Sehingga dengan demikian, paling tidak akan memberikan pencerahan, serta pendidikan politik yang baik bagi setiap warganya.

Bukan seperti yang selama ini disampaikan FZ.  Karena langsung maupun tidak, telah mengajari rakyat untuk bersikap tidak sopan, bahkan kurang ajar di dalam kehidupan sehari-sehari. Karena saban hari disuguhi pernyataan-pernyataan elit semacam FZ ini.

Oleh karena itu pepatah Sunda yang mengatakan Tamiang meulit ka bitis (buluh membelit betis),atawa karena 'Mulutmu harimaumu', tepat juga diberikan terhadap apa yang telah dilontarkan FZ terkait pengangkatan Staf Khusus Milenial tersebut. Pihak Istana secara spontan telah memberikan jawaban yang telak. Boleh juga disebut 'gebukan' yang menohok.

Akan tetapi terlepas dari kritikan asal njeplak-nya Fadli Zon, alangkah baiknya kritikan yang disampaikan pihak lain pun mendapat perhatian Presiden Jokowi. Paling tidak menjadi catatan khusus yang harus dibaca secara serius.

Misalnya saja dengan apa yang ditulis Eka Kurniawan, penulis, di akun Facebooknya sebagai berikut: "Anak-anak orang kaya, CEO ini dan itu diangkat jadi staf khusus presiden, ngantor di istana, dengan gaji istana, terus nyuruh rakyat Indonesia untuk bersikap adil? Mereka berkesempatan didengar Presiden hampir tiap hari dan bisa mempengaruhi kebijakan, itu bukan privilege?"

Sementara pakar hukum Tata Negara, Refly Harun, menganggap staf khusus milenial yang diangkat Presiden Jokowi hanya akan menjadi beban anggaran negara semakin besar saja. Sementara pekerjaan mereka (staf khusus milenial) hanya memberikan opini dan pendapat saja.

Memang apa yang diungkapkan Eka Kurniawan ada benarnya. Ada di antara staf khusus milenial yang berasal dari keluarga konglomerat. Salah satunya yang paling menonjol adalah Putri Indahsari Tanjung. Dia anaknya Chairul Tanjung memang.

Demikian juga dengan yang dicetuskan Refly Harun. Dengan gaji perbulan senilai Rp 51 juta, para staf khusus itu bisa hidup cukup tenang. Apa lagi jika dibanding dengan jutaan rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan di negeri ini.

Namun terlepas dari berseliwerannya banyak polemik yang kurang sreg terhadap kebijakan Presidden jokowi tersebut, alangkah baiknya jika untuk memberi kesempatan bagi para staf khusus milenial itu untuk unjuk gigi. Paling tidak dalam tempo 100 (seratus) hari, masukan seperti apa yang disampaikan mereka  kepada Jokowi yang ada guna dan manfaatnya bagi bangsa dan negeri tercinta ini. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun