"Kopi ini cespleng, Kang. Membuat kembali 'greng' yang sudah loyo sekalipun," ungkapnya bak tukang obat profesional.
"Buat Akang boleh gratis. Biar dicoba dulu. Nah, kalau sudah terasa khasiatnya, baru bayar."
Akan tetapi saya sama sekali tidak merasa tertarik. Tak pernah terbersit untuk mencobanya. Apa lagi ketika memeriksa kemasannya, ada kecurigaan dalam hati. Produk yang ia tawarkan, saya menduga sebagai obat ilegal. Nomor seri BPOM yang tertera sepertinya palsu.
Nah, bisa jadi keterangan yang disampaikan tetangganya dengan kopi 'obat kuat' yang perdagangkannya itu ada benang merahnya.
Sebagaimana penjelasan tetangga almarhum yang saya temui beberapa minggu kemudian.
Bukan satu dua orang saja yang pernah memergokinya. Bahkan boleh dibilang sudah menjadi rahasia umum di kampung mereka, bahwa pak guru, juga pak ustadz itu selalu menjadi kuda jantan bagi kedua ibu-ibu tetangganya. Di saat suami mereka sedang ke kota, tentu saja.
Karena sebagaimana kebanyakan kaum lelaki di kampung kami, banyak yang mencari nafkah di kota-kota besar. Ada yang jadi pedagang makanan, tukang kridit, atawa juga sebagai buruh bangunan.
Sehingga kemungkinan besar, selain sering ditinggal suami, 'senjata' suaminya pun barangkali sudah tidak berfungsi lagi. Sampai akhirnya, apa boleh buat pinjam 'senjata' tetangganya.
Hanya saja fatal akibatnya bagi sang pejantan itu. Bisa jadi karena terlalu banyak mengonsumsi obat kuat jenis kopi ginseng, meskipun usianya masih terbilang muda, ahirnya harus segera dijemput malakalmaut juga. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H