Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maulid Nabi dan Kondisi Umatnya Dewasa Ini

9 November 2019   15:10 Diperbarui: 9 November 2019   15:25 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak subuh, melalui toa, atawa pengeras suara di masjid-masjid sekitar tak hentinya kumandang lantunan shalawat. Baik yang langsung disuarakan oleh anak-anak, maupun lewat rekaman dari gawai pengurus DKM.  Sementara di dapur, istri yang dibantu anak-anak gadis kami sibuk menyiapkan nasi uduk dan kue-kue untuk dibawa ke masjid.

Hari ini tanggal 09 Nopember 2019. Bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1440 H. Sebagaimana biasanya di kampung kami, setiap 12 Rabiul Awal, atawa di kampung kami lebih dikenal dengan 12 Mulud, selalu menjadi hari yang istimewa. Karena sebagai tanggal tersebut merupakan tanggal dilahirkannya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan seremoni, atawa acara peringatan yang dikenal dengan sebutan Muludan itu dihadiri seluruh warga, baik tua dan muda, pria mapun wanita - tidak terkecuali mereka yang jarang menginjakkan kaki di masjid juga -tersebut sebagaimana biasa,  diisi dengan tawasul yang dipimpin oleh pemuka agama agama di kampung kami, yang biasa dipanggil Ajengan. Kemudian disambung oleh tausyiah yang disampaikan Da'i dari luar kampung.

Barangkali ini juga yang menjadi daya tarik sebagian besar warga. Karena biasanya da'i yang diundang paling tidak cukup kondang untuk ukuran daerah kami. Terkadang dari da'i tersebut ada yang meniru gaya Ustadz Abdul Somad, ada yang berlagak bak mendiang Zainudin MZ, atawa ada juga yang bergaya lembut ala Aa Gym. Sedangkan Ustadzahnya cenderung banyak yang mencontek gayanya Mamah Dedeh.

Hanya saja pada intinya, substansi dakwah yang mereka sampaikan, dari tahun ke tahun tetap saja tidak melenceng dari riwayat Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Antara lain berbagai keajaiban saat dilahirkannya, kemudian menjadi seorang yatim-piatu, gembala kambing, buta huruf, tetapi diangkat oleh Allah sebagai Nabi akhir jaman untuk memperbaiki akhlak manusia dengan ajaran agama Islam yang dibawanya, sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin. Yang  artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia.

Ihwal sikap dan perilaku Muhammad SAW yang harus menjadi tauladan umat Islam, adalah merupakan suatu keniscayaan. Begitu yang disampaikan setiap Da'i.

Kemudian acara pun ditutup dengan makan-makan bersama sambil menikmati hiburan berupa musik rebana yang disuguhkan oleh remaja masjid.

Begitulah.

Akan tetapi sejak penulis masih bocah, hingga sekarang berusia kepala 6, di kampung kami belum pernah melihat ada warga yang mampu meneladani Rasul Muhammad SAW. Secara utuh, tentu saja. Bahkan perintah Allah yang disampaikan melalui Nabi pun, misalnya menunaikan shalat lima waktu, berzakat, shaum di bulan Ramadhan, masih tetap saja banyak yang belum mampu melaksanakannya.

Misalnya di saat tiba waktu shalat, terutama kaum lelaki yang diwajibkan harus berjamaah di masjid, tetap saja masjid yang berukuran 10 x 12 meter itu hanya terisi satu shaf (baris) saja. Kecuali di hari Jum'at dan hari-hari raya, baru terisi penuh. Bahkan bisa membludak sampai ke halaman.

Begitu juga dengan perintah zakat, yakni memberikan sebagian hartanya yang di antaranya diperuntukkan bagi fakir miskin. Masih saja ditemukan banyak warga yang luas tanah pertaniannya, dan melimpah hartanya tak pernah menunaikan kewajibannya tersebut.

Yang paling lucu adalah di saat tiba bulan Ramadhan. Setiap umat Islam yang sudah aqil balig, yakni dianggap dewasa, wajib hukumnya untuk menunaikan ibadah shaum. Akan tetapi suasana khidmat kegiatan shaum tersebut hanya terasa dua-tujuh hari saja. Setelahnya banyak di atara warga -- terutama kaum lelaki yang ditemukan secara sembunyi-sembunyi makan-minum, dan merokok. Kalau ditanya, alasannya tidak kuat. Atawa takut sakit maagnya kumat.

Apa lagi dengan perintah menunaikan ibadah haji. Bisa jadi bagi sebagian besar warga di kampung kami hanyalah merupakan angan-angan belaka. Hal itu selain karena terbentur tingkat kesejahteraan hidupnya yang seringkali diakuinya sendiri sebagai golongan masyarakat kurang mampu, ditambah pula dengan kurangnya mereka mendalami ajaran agama secara sungguh-sungguh.

Namun apabila ajakan untuk belajar agama di majelis taklim yang setiap minggu diselenggarakan, kebanyakan warga yang tidak pernah hadir beralasan, sibuk mencari nafkah untuk keluarga. Tidak terkecuali para ibu-ibunya pun tidak jauh berbeda. 

Hanya saja kalau mereka mengatakan sibuk mengurus anak-anak. Padahal yang jelas mereka lebih asyik duduk-duduk di depan televisi, sedangkan kaum lelakinya, setelah bekerja di sawah atawa di ladang sebagai buruh tani dari pagi sampai siang, sorenya lebih banyak menghabiskan waktu dengan berkumpul di warung kopi sambil main kartu gapleh!

Masya Allah... ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun