Bisa jadi bagi sebagian orang, keberadaan alam gaib, atawa dunia mistis hanyalah merupakan rekaan dari khayalan untuk pengantar tidur belaka. Terlebih lagi bagi mereka yang sudah mengenyam pendidikan akademis tinggi, segala sesuatu akan dilihat berdasarkan fakta yang kasat mata, dan tidak lepas dari kesahihan nalar atawa logika.
Akan tetapi apabila warga satu kampung mengalami fenomena mistis yang tidak masuk akal secara bersama-sama, dan dalam sekian lama terasa meresahkan, sepertinya akan sulit untuk membantah lagi keberadaan alam yang tidak akan bisa terjangkau oleh akal, maupun ilmu pengetahuan yang diajarkan di bangku sekolahan.
Sebagaimana yang pernah dialami oleh warga di kampung kami beberapa puluh tahu lalu.
Suatu saat, tepatnya di tahun 1975 lalu, kampung kami digegerkan oleh gangguan siluman  yang hendak mengganggu salah seorang warga yang kebetulan telah membacok seekor ikan mas yang tiba-tiba saja ditemukannya di sungai yang airnya sedang dangkal, karena musim kemarau yang saat itu kebetulan melanda kampung kami.
Saat itu penulis sendiri baru duduk di bangku kelas satu SMA. Sementara warga yang mendapat gangguan siluman tersebut, rumahnya hanya berselang empat rumah saja dari rumah saya.
Adapun kedatangan siluman itu awalnya tepat tengah malam, dengan ditandai oleh suara ringkik beberapa ekor kuda yang dibarengi dengan bunyi derap telapak kakinya seperti yang sedang berlari mengitari rumah warga tersebut. Akan tetapi saat diintip ke luar, tak seekor pun yang terlihat. Setelah itu seluruh penghuni rumah merasakan rumahnya seperti diguncang gempa. Bergoyang-goyang seperti akan ambruk saja.
Oleh karena itu, suami, istri, dan anaknya yang sudah perjaka, Â lantas mengucap takbir seraya berteriak meminta pertolongan. Sehingga tetangga sekitar pun yang rata-rata sedang tertidur lelap, akhirnya terbangun seraya keluar rumah untuk menghampiri ke arah datangnya suara lolongan permintaan tolong yang terus-terusan terdengar.
Saat itu kebetulan di kampung kami belum dimasuki aliran listrik. Maka untuk menerangi kegelapan malam, sebagian besar warga membawa obor bambu di tangan. Sementara sebagian lagi meneranginya dengan lampu senter. Sehingga suasana malam di sekitar rumah warga itupun terang-benderang. Dan sama sekali tidak nampak apa pun yang mencurigakan. Tapi di dalam rumah masih tetap saja terdengar suara mengucap takbir yang diselingi permintaan tolong yang tiada henti.
Maka salah seorang di antara kami, tepatnya seorang tua yang di kampung kami dikenal dengan panggilan Bapak Ajengan, yakni seorang tokoh agama yang paling disegani, berinisiatif maju ke depan pintu seraya memanggil penghuni rumah.
Untuk sesaat tak ada sahutan maupun yang membuka pintu dari dalam. Tetapi setelah beberapa orang ikut memanggil nama penghuni rumah, barulah daun pintu terkuak perlahan. Dan yang pertama muncul dari dalam adalah suaminya, disusul kemudian oleh anak dan istrinya. Sementara itu kami semua melihat wajah ketiganya  pucat-pasi seperti baru saja mengalami ketakutan yang tak terperi.
Bapak Ajengan menanyakan apa yang telah terjadi dengan tetangga kami tersebut. Namun mereka bertiga sepertinya tak mampu berkata sepatah kata pun. Mulutnya ternganga dengan tubuh yang bergetar. Sehingga Bapak Ajengan dibarengi beberapa orang tua lelaki lainnya menuntun penghuni rumah untuk masuk ke dalam. Sedangkan warga lainnya berkerumun di sekitar rumah seraya saling bertanya untuk mencari tahu apa yang sebernarnya telah terjadi dengan keluarga yang satu ini.
Setelah ketiganya diberi minum, dan dibacakan do'a oleh Bapak Ajengan, maka anak-beranak itupun menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya.
Menurut Mang Junaedi, tetangga kami yang mendapat gangguan siluman itu, ketika baru saja hendak berangkat tidur, dirinya mendengar suara derap kaki beberapa ekor kuda di halaman rumahnya. Disusul kemudian ada yang memanggil-manggil namanya dengan suara yang tak dikenal, dan terdengar begitu dalam. Layaknya suara raksasa yang ditirukan dalang dalam pertunjukan wayang. Tidak hanya dirinya saja yang mendengar suara gaduh di luar itu, anak dan istrinya pun juga demikian. Sama-sama mendengar hal serupa.
Entah kenapa, tiba-tiba Mang Junaedi (Saat ini sudah lama meninggal dunia) teringat dengan cerita-cerita tentang siluman pesugihan yang hendak menjemput seseorang untuk dijadikan tumbal.
Terlebih lagi sore harinya Mang Junaedi menemukan dua ekor ikan mas besar, sekitar lima kiloan, warna merah dan hijau sedang berenang ke hilir dan ke ke hulu, bolak-balik, di sungai kecil yang melintas tidak jauh dari rumahnya. Sehingga Mang Junaedi pun berniat untuk mengakapnya, dan langsung mengambil golok dari dapur untuk membacok ikan mas itu.
Akan tetapi ketika salah satu ikan mas itu telah dibacok, dan tubuhnya hampir terputus jadi dua bagian, serta hanya tersambung oleh kulit perutnya saja, ikan mas itu sama sekali tidak mati. Malahan masih tetap mampu berenang, meskipun bagian ekornya sudah terpotong juga.
Oleh karena itu Mang Junaedi pun tidak jadi untuk menangkap ikan mas itu. Terlebih lagi setelah diingatkan oleh istrinya yang ikut menyaksikannya. Jangan-jangan ikan siluman, katanya.
Tengah mendengar kisah yang dialami Mang Junaedi, tiba-tiba kami semua merasakan rumah dan tanah di sekitar bergoyang seperti dilanda gempa. Ya, kami semua. Termasuk saya. Maka tanpa dikomando lagi semua orang mengucap takbir dan dzikir. Karena kami semua mengira ada gempa.
Hanya saja ketika saya menjauh dari rumah itu, dan berniat hendak pulang, saya sama sekali tidak merasakan ada goncangan. Sementara rumah Mang Junaedi dan di sekitarnya masih jelas terlihat bergoyang. Dan suara azan pun terdengar berkumandang dari dalam rumah dibarengi ucapan takbir yang bersahutan. Tak lama kemudian Bapak ajengan mengajak kami untuk mengaji surah Yaasiin bersama-sama. Karena, katanya, ada siluman yang sedang mengganggu Mang junaedi sekeluarga.
Mendengar penjelasan Bapak Ajengan barusan, sebagian besar warga, termasuk saya, tentunya merasa ketakutan juga dibuatnya. Bagaimanapun mendengar nama siluman, yang terbayang adalah makhluk menakutkan yang tak bisa dilihat secara kasat mata. Sebagaimana cerita dongeng yang sering terdengar.
Hanya saja ketakutan itu sedikit terobati. Karena hampir sebagian besar warga kampung kami berkumpul di sekitar rumah Mang Junaedi. Maka kami pun bersama-sama mengaji. Dibarengi rasa penasaran, apa yang selanjutnya akan terjadi.
Tengah kami mengaji, guncangan yang berlangsung hampir setengah jam di rumah dan di sekitarnya pun lambat-laun berhenti. Dan tanpa terasa fajar di sebelah timur pun sudah menampakkan diri. Disusul oleh suara kokok ayam jantan bersahutan. Hanya saja untuk memastikan tak akan terjadi gangguan lagi, Bapak Ajengan mengajak kami untuk tidak beranjak pergi sampai tiba waktu Subuh nanti.
Adapun misteri ikan mas itu pun kemudian terkuak. Seorang warga sekilas melihat ada seseorang yang melepaskan dua ekor ikan mas ke dalam sungai. Orang itu adalah saudara ipar dari orang yang saat itu paling kaya di kampung kami. Dan sudah lama warga di kampung kami mencurigai kekayaan orang itu tidak diperoleh dengan cara-cara yang masuk akal. Â (BERSAMBUNG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H