Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teror Siluman Pesugihan yang Meresahkan

26 Januari 2018   22:50 Diperbarui: 26 Januari 2018   23:42 7520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa jadi bagi sebagian orang, keberadaan alam gaib, atawa dunia mistis hanyalah merupakan rekaan dari khayalan untuk pengantar tidur belaka. Terlebih lagi bagi mereka yang sudah mengenyam pendidikan akademis tinggi, segala sesuatu akan dilihat berdasarkan fakta yang kasat mata, dan tidak lepas dari kesahihan nalar atawa logika.

Akan tetapi apabila warga satu kampung mengalami fenomena mistis yang tidak masuk akal secara bersama-sama, dan dalam sekian lama terasa meresahkan, sepertinya akan sulit untuk membantah lagi keberadaan alam yang tidak akan bisa terjangkau oleh akal, maupun ilmu pengetahuan yang diajarkan di bangku sekolahan.

Sebagaimana yang pernah dialami oleh warga di kampung kami beberapa puluh tahu lalu.

Suatu saat, tepatnya di tahun 1975 lalu, kampung kami digegerkan oleh gangguan siluman  yang hendak mengganggu salah seorang warga yang kebetulan telah membacok seekor ikan mas yang tiba-tiba saja ditemukannya di sungai yang airnya sedang dangkal, karena musim kemarau yang saat itu kebetulan melanda kampung kami.

Saat itu penulis sendiri baru duduk di bangku kelas satu SMA. Sementara warga yang mendapat gangguan siluman tersebut, rumahnya hanya berselang empat rumah saja dari rumah saya.

Adapun kedatangan siluman itu awalnya tepat tengah malam, dengan ditandai oleh suara ringkik beberapa ekor kuda yang dibarengi dengan bunyi derap telapak kakinya seperti yang sedang berlari mengitari rumah warga tersebut. Akan tetapi saat diintip ke luar, tak seekor pun yang terlihat. Setelah itu seluruh penghuni rumah merasakan rumahnya seperti diguncang gempa. Bergoyang-goyang seperti akan ambruk saja.

Oleh karena itu, suami, istri, dan anaknya yang sudah perjaka,  lantas mengucap takbir seraya berteriak meminta pertolongan. Sehingga tetangga sekitar pun yang rata-rata sedang tertidur lelap, akhirnya terbangun seraya keluar rumah untuk menghampiri ke arah datangnya suara lolongan permintaan tolong yang terus-terusan terdengar.

Saat itu kebetulan di kampung kami belum dimasuki aliran listrik. Maka untuk menerangi kegelapan malam, sebagian besar warga membawa obor bambu di tangan. Sementara sebagian lagi meneranginya dengan lampu senter. Sehingga suasana malam di sekitar rumah warga itupun terang-benderang. Dan sama sekali tidak nampak apa pun yang mencurigakan. Tapi di dalam rumah masih tetap saja terdengar suara mengucap takbir yang diselingi permintaan tolong yang tiada henti.

Maka salah seorang di antara kami, tepatnya seorang tua yang di kampung kami dikenal dengan panggilan Bapak Ajengan, yakni seorang tokoh agama yang paling disegani, berinisiatif maju ke depan pintu seraya memanggil penghuni rumah.

Untuk sesaat tak ada sahutan maupun yang membuka pintu dari dalam. Tetapi setelah beberapa orang ikut memanggil nama penghuni rumah, barulah daun pintu terkuak perlahan. Dan yang pertama muncul dari dalam adalah suaminya, disusul kemudian oleh anak dan istrinya. Sementara itu kami semua melihat wajah ketiganya  pucat-pasi seperti baru saja mengalami ketakutan yang tak terperi.

Bapak Ajengan menanyakan apa yang telah terjadi dengan tetangga kami tersebut. Namun mereka bertiga sepertinya tak mampu berkata sepatah kata pun. Mulutnya ternganga dengan tubuh yang bergetar. Sehingga Bapak Ajengan dibarengi beberapa orang tua lelaki lainnya menuntun penghuni rumah untuk masuk ke dalam. Sedangkan warga lainnya berkerumun di sekitar rumah seraya saling bertanya untuk mencari tahu apa yang sebernarnya telah terjadi dengan keluarga yang satu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun