Bila suatu ketika muncul keinginan untuk melepas rindu kepada anak-cucu yang tinggal di salah satu sudut wilayah Provinsi DKI Jakarta, Ibu Kota Indonesia, dan belakangan ini ada juga yang menyebutnya sebagai kota Megapolitan, yang terbayang kemudian adalah cuaca yang panas, hiruk-pikuk yang dibarengi kesemrawutan di terminal bus antar-kota, ditambah pula padat merayapnya moda transportasi di sepanjang jalan yang selalu saja menimbulkan kemacetan.
Sehingga jarak tempuh dari kampung hingga terminal bus antar-kota yang memakan waktu sekitar lima jam, sudah pasti akan ditambah lagi dua-tiga jam untuk dapat tiba di tempat tujuan. Maka di usia yang sudah merangkak senja, selain akan tersiksa kelelahan, terkadang menimbulkan stress juga yang sulit untuk dihindarkan.Â
Oleh karena itu bila tiba di tempat tujuan, bukannya menggendong cucu yang sejak pintu rumah dibukakan ibunya meronta-ronta minta pindah gendongan, atau membalas pelukan kakaknya yang menggelendot sambil berceloteh riang, namun malah justru buru-buru menuju kamar tidur untuk meluruskan tubuh yang sejak tadi sudah terasa pegal dan linu, juga menenangkan hati agar tak berpikir ngawur lagi.
Tapi yang jelas, Jakarta bukanlah kota yang ramah bagi orang-orang yang sudah saatnya membutuhkan suasana yang tenang memang. Bahkan suka maupun tidak, Jakarta adalah hutan-rimba yang dipenuhi misteri, dan terkadang akan memangsa siapa saja tanpa diduga-duga.
Betapa tidak. Selain penuh sesak oleh pepohonan beton yang ketinggiannya saling bersaing menembus langit, sehingga kerap menimbulkan kengerian jika sewaktu-waktu salah satu pohon beton itu tumbang menghantam apapun yang ada di disekitar. Ditambah lagi dengan bertumpuknya jalan-jalan serupa sungai besar yang sulit dilintasi, karena derasnya aliran lalu-lalang kendaraan serupa air bah yang selalu saja menimbulkan kengerian, jangan-jangan akan memangsa secara tiba-tiba.
Sepertinya memang tidak salah jika menyebut Jakarta sebagai hutan-rimba yang sulit untuk ditaklukan. Bahkan sekalipun oleh seorang petualang sekaliber Tarzan yang pernah menguasai rimba-raya benua Afrika dalam cerita karya Edgar Rice Burroughs yang terkenal itu.
Sikap pesimistis demikian, tak berlebihan memang. Sebagaimana menyikapi kepemimpinan Anies- Sandi yang saat ini didaulat sebagai penguasa Provinsi DKI Jakarta yang meraih 58 persen dukungan suara dalam Pilkada beberapa waktu lalu.
Meskipun saat kampanye pasangan yang didukung partai Gerindra dan PKS itu begitu banyak mengobral janji untuk meraih banyak dukungan, dan dalam kenyataanya memang 58 persen warga Jakarta tersihir juga, sehingga pasangan Anies-Sandi pun memenangkan pertarungan, namun janji-janji yang kata orang Jakarta sendiri disebut 'seabreg' itu akan sulit untuk direalisasikannya.
Buktinya setelah dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pasangan Anies-Sandi yang sebelumnya telah mencanangkan program 100 hari kerja sebagaimana dikutip dari situs jakartamajubersama.com, konon target pertama Anies-Sandi akan melakukan rekonsiliasi dengan berbagai golongan untuk memastikan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik di DKI pasca Pilkada berlangsung kondusif.
Berikut kegiatan Anies-Sandi untuk 100 hari pertama untuk memastikan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik berlangsung kondusif:
1. Bersilaturahim dengan seluruh mantan Gubernur dan Wakil Gubernur, tokoh-tokoh yang mewakili semua golongan, dan pimpinan partai politik.
2. Membentuk Forum Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sebagai wadah komunikasi yang berkelanjutan.
3. Mengefektifkan Forum Kerukunan Umat Beragama di DKI Jakarta.
4. Menjadikan Balai Kota sebagai rumah rembug warga dengan mengadakan kegiatan "Gubernur/Wakil Gubernur Mendengar".
5. Memulai pertemuan kota (townhall meeting) per kecamatan sejak minggu pertama menjabat sebagai Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta. Pertemuan pertama bersama warga Kampung Akuarium, Kel.Penjaringan, Jakarta Utara.
Apakah target itu sudah tercapai? Â Sepertinya hingga sekarang belum terdengar kabar Anies-Sandi bertemu Djarot Saiful Hidayat. Apalagi mengunjungi Ahok yang sekarang ini mendekam dalam tahanan di Mako Brimob Kelapa dua. Bahkan rekonsiliasi pun sepertinya sekedar politik basa-basi saja. Sebab di dalam kenyataannya, jangankan menemui bekas pesaingnya itu, program pembangunan yang telah ditetapkan Ahok-Djarot saja malah diobrak-abriknya, dan diganti dengan program baru rancangannya sendiri yang terkesan bertolak belakang dengan program sebelumnya.
Target kedua Anies-Sandi di 100 hari pertama kepemimpinannya adalah, fokus pada langkah-langkah awal dalam memenuhi program kerja prioritas. 3 program kerja prioritas Anies-Sandi adalah lapangan kerja untuk menciptakan wirausahawan baru dan menciptakan lapangan kerja. Anies-Sandi menargetkan sebanyak 44 pusat kewirausahaan sudah terbentuk dan di resmikan di 100 pertama kepemimpinannya.
Prioritas kedua Anies-Sandi adalah mewujudkan pendidikan yang tuntas dan berkualitas untuk semua. Di 100 hari pertama Anies-Sadi akan meluncurkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus. KJP Plus juga akan langsung didistribusikan kepada anak putus sekolah.
Prioritas ketiga Anies-Sandi mewujudkan biaya hidup yang lebih terjangkau. Hal ini dilakukan melalui program bahan pangan pokok, hunian, dan transportasi. Berikut yang akan dilakukan Anies-Sandi:
1. Meluncurkan Kartu Pangan Jakarta.
2. Meluncurkan program hunian DP Nol dengan membentuk institusi/unit khusus yang mengelola isu perumahan/hunian di DKI Jakarta.
3. Meluncurkan program OK OTrip dan OK O-Care.
Ada yang paling menarik, dan hingga sekarang masih heboh diperbincangkan terkait target yang juga janji kampanye pasangan Anie-Sandi tersebut. Masalah hunian, terutama bagi warga Jakarta yang masih belum memiliki tempat tinggal tetap. Pasangan ini sampai berbusa-busa menjanjikan akan menyediakan rumah dengan DP 0 persen.
Hanya saja dalam kenyataannya program rumah dengan DP 0 persen itu tidak akan pernah dimiliki oleh warga Jakarta yang memiliki penghasilan di bawah upah minimum regional. Sehingga apa boleh buat, buat kaum pinggiran di kota Jakarta, memiliki rumah layak huni pun masih tetap sekedar ada dalam impian saja.
Target ketiga Anies-Sandi di 100 hari pertama kepemimpinannya adalah mengkonsolidasikan birokrasi pemerintah provinsi DKI Jakarta. Berikut target ketiga Anies-Sandi:
1. Membangun komunikasi dengan semua tingkatan birokrasi Pemda DKI Jakarta agar tercipta semangat kerja yang positif dan saling menghargai.
2. Menciptakan iklim kerja birokrasi yang lebih sehat, manusiawi dan produktif.
3. Bersama seluruh jajaran birokrasi Pemda, mempersiapkan Rancangan Revisi APBD-Perubahan 2018 DKI Jakarta dan rancangan RPJMD 2017-2022 untuk diajukan dalam masa sidang DPRD Provinsi DKI Jakarta di tahun 2018. Dengan sasaran revisi adalah memasukan program utama Anies-Sandi ke dalam APBD tahun 2018.
4. Memulai sinergi birokrasi dan pemerintahan provinsi dengan berbagai elemen civil society untuk membangun paradigma "pembangunan berbasis gerakan".
5. Mulai mengimplementasikan open government dengan pengelolaan sumber pembiayaan anggaran secara transparan dan akuntabel, dimulai dengan menghindari manajemen keuangan non-bujeter.
6. Menerbitkan peraturan-peraturan gubernur yang diperlukan sebagai landasan implementasi program-program prioritas, termasuk untuk mengkonsolidasikan transportasi konvensional dengan transportasi online.
Dalam hal ini pun warga di luar Jakarta hanya bisa geleng-geleng kepala. Penertiban kawasan Tanah Abang dengan cara menutup jalan raya yang seharusnya sebagai alat lalu-lintas, malah digunakan untuk tempat menampung para PKL. Kebijakan ini pun menuai protes dari pihak kepolisian, juga didemo oleh para sopir angkutan kota yang merasa hajat hidupnya dikebiri secara serampangan oleh Anies-Sandi.
Pembaca sendiri, terutama yang tinggal di Jakarta, tentunya dapat menilai sendiri rencana 100 hari kerja pasangan Anies-Sandi dalam memimpin Provinsi DKI Jakarta sebagaimana yang tertuang di atas. Apakah sudah dilaksanakannya, atawa hanyalah sekedar wacana saja.
Karena itu pula, daripada repot-repot pergi ke kota Jakarta dengan konsekuensi harus tersiksa dan menderita stress yang luar biasa, bila hanya sekedar untuk melepas rindu kepada anak-cucu yang menjadi bagian kehidupan kota Jakarta, pilihan terbaik adalah menggunakan telepon genggam saja. tokh dengan fitur video call, setiap saat dapat bertatap muka walau tidak bersentuhan juga.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI