Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Aku dengan Pram

29 November 2017   10:29 Diperbarui: 29 November 2017   20:27 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pram disini, siapa lagi kalau bukan sosok yang memiliki nama lengkap Pramudya Ananta Toer, salah seorang sastrawan terkemuka kebanggaan Indonesia. Penulis roman trilogi pulau Buru yang mendunia, tapi di negerinya sendiri saat itu penuh dengan kontroversi. Betapa tidak. Sebagai tahanan politik rezim orde baru Pram -- demikian orang memanggilnya, karya tulis dari tangan emasnya tersebut dilarang beredar. Sementara di sisi lain khalayak pembaca yang haus dengan literasi bermutu dibuat penasaran.

Bagi saya sendiri, menikmati karya Pram, mulai dari kumpulan cerita pendeknya, novel-novelnya, juga esei, dan catatan pribadinya, saya menemukan, banyak hal yang sebelumnya tidak saya temukan dalam buku pelajaran di sekolah tentang sejarah Indonesia masa lalu. Selain itu -- tentu saja, kepiawaian seorang Pram di dalam  merangkai kisah suatu cerita, membuat saya terkagum-kagum, karena selalu saja membuat saya harus membaca ulang satu buku, sebelum berlanjut ke buku yang lainnya.

Lalu, mengapa pula sekarang saya berani-beraninya membandingkan seorang Pramudya Ananta Toer dengan diri saya yang ibarat langit dengan bumi?

Ampun beribu ampun, saya sama sekali bukan hendak mengklaim diri saya sebagai seorang penulis yang memiliki kedudukan sejajar dengan salah satu sastrawan Angkatan '45 tersebut. Bukan. Sebab bagaimanapun apalah artinya saya di depan Pram yang sekarang ini sudah berpulang ke sisiNya, maupun di depan para pembaca sekalian.

Melalui blog Kompasiana saja, dengan akun yang saya buat pada pertengahan September lalu, saya hanya baru memposting tulisan beberapa biji saja. sehingga jangankan bicara tentang mutu, kuantitasnya pun sama sekali masih bisa dihitung dengan jari tangan saja. Artinya saya ini belum ada apa-apanya. Meskipun secara fisik usia saya sudah menjelang senja, tetapi di dalam hal tulis-menulis saya ini masih seperti seorang bayi yang sedang belajar merangkak.

 Lebih tepatnya, saya ini masih sedang belajar mengeja, dan mencoba merangkai kata demi kata. Buktinya postingan saya di blog keroyokan kompasiana ini, kalau dihitung rata keterbacaannya baru mencapai 400-an saja. Itupun mungkin saja karena khalayak pembacanya hanya lewat begitu saja, alias tidak sengaja meng-klik-nya.

Terlepas dari itu semua, saya sungguh tak pernah putus asa. Bagaimanapun qoute dari Pramudya Ananta Toer juga yang pernah saya baca, dan saya tulis ulang pada selembar kertas karton,kemudian ditempel di salah satu dinding ruang kerja saya, menjadi motivasi untuk saya, agar saya tak pernah berhenti untuk menulis.

Adapun bunyi quote, atawa kutipan tersebut, bisa jadi para pembaca yang budiman pun sudah mengetahuinya, adalah sebagai berikut:

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer).

Kutipan itu ternyata begitu besar pengaruhnya terhadap diri saya. Sebagai seorang manusia hina dan papa, apabila suatu saat nanti harus menghadap Tuhan yang mahakuasa, terus terang saja, saya tidak akan bisa meninggalkan apa-apa untuk anak-cucu saya. Jangan mewariskan harta kekayaan, menjadi kebanggaan sebagai seorang ayah dan kakek pun rasanya tak ada.

Oleh karena itu, kutipan yang yang diungkapkan Pram di atas, sungguh telah memotivasi saya untuk mencoba melakukan kegiatan tulis menulis.Paling tidak dengan menulis saya bisa meninggalkan sedikit jejak bagi generasi penerus saya, bahwa ayah dan kakeknya ternyata seorang yang memiliki hobi menulis juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun