Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Gus Dur dan Abah Anom Suryalaya

30 Desember 2021   19:00 Diperbarui: 30 Desember 2021   19:08 3163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Gus Dur sowan kepada Abah Anom (Sumber: alif.id)

Hari ini, tanggal 30 Desember, bagi Gusdurian, dan warga Nahdliyyin, merupakan tanggal wafatnya seorang guru bangsa, Kiyai kharismatik, Presiden RI ke-4, yakni KH Abdurrahman Wahid, atau biasa disebut Gus Dur.

Sebagaimana biasanya, pada tanggal 30 Desember seluruh kaum Gusdurian, dan warga Nahdliyyin, menyelenggarakan kegiatan Haulan, untuk memperingati, sekaligus memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk almarhum.

Sebagaimana diketahui, almarhum KH Abdurrahman Wahid lahir di Jombang, Jawa Timur pada 7 September 1940 wafat di Jakarta, 30 Desember 2009.

Khusus bagi warga Tasikmalaya, Jawa Barat, nama cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari, ini dianggap memiliki hubungan yang begitu dekat.

Misalnya saja keakraban Gus Dur dengan pimpinan pondok pesantren Suryalaya, Tasikmalaya,  almarhum KH Shohibulwafa Tajul Arifin, atau biasa disebut Abah Anom, yang lahir di Tasikmalaya, 1 Januari 1915, dan wafat di Tasikmalaya,  5 September 2011, semasa keduanya masih hidup, banyak dikenang oleh para Ikhwan Tareqat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN), atau murid almarhum Abah Anom yang tersebar di seluruh Indonesia, maupun di mancanegara.

Sebagaimana diungkapkan Rektor Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IALM) Suryalaya, Tasikmalaya, Dr Asep Salahudin, MA di dalam tulisannya, bahwa Semasa hidupnya, Gus Dur dengan Abah Anom seringkali berjumpa, baik dalam pertemuan resmi atau pun tidak. 

Malahan pada sebuah kunjungan  silaturahmi ke Pesantren Suryalaya, Gus Dur pernah meminta ditalqin zikir kepada pimpinan pondok pesantren Suryalaya, Tasikmalaya ini.

Lalu apa jawaban Abah Anom ketika itu, adalah, “Gus Dur tak perlu ditalqin lagi. Karena sudah ketika tinggal di Bhagdad bahkan langsung dibimbing  oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani. Itu saja amalkan.”

Sebagaimana diketahui, di masa rezim orde baru berkuasa, sudah tidak aneh lagi jika untuk menentukan siapa yang akan menjadi pucuk pimpinan sebuah ormas, tentunya atas petunjuk dan arahan Soeharto.

Begitu juga pada Muktamar NU ke-29 di Cipasung Tasikmalaya tahun 1994, Gus Dur sowan terlebih dahulu ke Madrasah Abah Anom. 

Sebelum menyampaikan maksudnya dan hendak mencium tangan, Abah Anom berkata, “Kiai (Gus Dur), seandainya  Kyai mampu memaafkan orang-orang yang mendzalimi, jangankan jadi Ketua NU jadi Presiden pun bisa.”

Pada 7 Oktober 1999, apa yang pernah dikatakan almarhum Abah Anom menjadi kenyataan. Atas prakarsa Amien Rais melalui poros tengahnya, dalam sidang MPR berhasil mendudukkan Gus Dur sebagai Presiden Indonesia. 

Tapi ketika itu tugas berat menanti Gus Dur. Indonesia sedang dalam masa krisis multidemensi: krisis ekonomi, krisis politik, krisis keamanan dan seabreg masalah lain.

Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI ke-4 tidak sampai satu periode, atau dalam kurun waktu lima tahun. Tapi hanya sekitar dua tahun saja. Tepatnya sejak 20 Oktober 1999  sampai  23 Juli 2001. 

Adalah Amin Rais, pendiri PAN dan Partai Umat, juga yang ketika itu menjatuhkannya. 

Ada yang menarik dari ungkapan yang dilontarkan Gus Dur setelah beliau dijatuhkan. Gus Dur dengan tenang membuat cerita bahwa ia menjadi presiden dengan modal dengkul. Itu pun dengkul Amien Rais, orang yang menjatuhkannya melalui parlemen.

Tetapi sebagai seorang berjiwa besar, Gus Dur, tidak menaruh dendam kepada orang yang telah menjatuhkannya itu.

Sebagaimana diucapkannya, "Maafkan musuh-musuhmu, tapi jangan lupakan kesalahan-kesalahannya." 

Senada dengan amanat almarhum Abah Anom saat berbincang dengan Gus Dur memang. Bahwa, “Kudu mikanyaah ka jalma nu mikangewa ka anjeun”( bahasa Sunda: Harus menyayangi kepada orang yang membencimu). 

Tapi kenyataannya, masih banyak di antara kita yang belum mampu bersikap seperti itu, ya? Orang yang membenci kita, dibalasnya pula sedemikian rupa. Maka permusuhan pun jadi berkepanjangan.

Bahkan permusuhan pun dibawa sampai masuk ke liang lahat. Lupa untuk bermaaf-maafan.

Na'udzu billahi min dzalik...  ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun