Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terbukanya Watak Manusia Saat Messi dan Kompasianer Menerima Penghargaan

1 Desember 2021   09:01 Diperbarui: 1 Desember 2021   09:10 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kompasiana.com

Ketika seseorang di antara kita berhasil meraih kesuksesan di dalam kehidupannya, sikap orang-orang di sekitarnya akan menyambutnya dengan suka cita, ikut bergembira dan bahagia. Tapi tidak sedikit pula yang merasa iri hati, bahkan tidak senang, sehingga menimbulkan ketidaksukaan, sampai-sampai nyinyir, protes, dan sebagainya dan seterusnya.

Sebagaimana misalnya dengan yang terjadi pada saat ini. 

Lionel Messi, pesepakbola asal Argentina, yang saat ini bermain di klub PSG (Paris Saint-Germain) Perancis, kembali ditabalkan sebagai pesepakbola terbaik di tahun 2021 ini, berdasarkan hasil pemilihan 96 jurnalis olahraga dari seluruh dunia, dan berhak menerima trofi Bola Emas, atau Balloon d'Or, di Theatre di Chatelet, Paris, Perancis, Senin (29/11/2021) yang lalu.

Megabintang yang berjuluk La Pulga, dan lama berkiprah di klub Barcelona, Spanyol itu pun, sebagaimana dikutip dari kompas.com telah mengukuhkan dirinya sebagai pemilik  trofi Bola Emas terbanyak sepanjang sejarah. Tercatat sejak tahun 2009, 2010, 2011, 2012, 2015, 2019, dan 2021 Ini.

Atas pencapaian Lionel Messi tersebut, di samping yang setuju, atau pro, dan ikut berbahagia, tak sedikit pihak yang kontra, dan bersuara sumbang. Menganggap Messi tidak layak untuk menerimanya, dan menuding para wartawan yang menjadi juri telah bersikap tidak adil dalam menentukan pilihannya.

Seperti misalnya gelandang legendaris timnas Jerman, Lothar Matthaeus, dengan blak-blakan menyatakan ketidaksukaannya atas terpilihnya Messi sebagai peraih Bola Emas tersebut. Lothar Matthaeus menyebut Robert Lewandowski, pesepakbola dari klub Bayern Muenchen-lah yang poinnya di bawah Messi, lebih pantas untuk menerimanya.

Begitu juga dengan Toni Kroos, gelandang Real Madrid, menganggap Cristiano Ronaldo, mantan rekannya yang sekarang bermain untuk Manchester United, atau Karim Benzema dianggapnya yang paling layak.

Barangkali sikap pro dan kontra pun tidak menutup kemungkinan bisa saja terjadi pada ajang penganugerahan Kompasianer yang terbaik di dalam beberapa kategori tahun ini, dalam acara tahunan blog keroyokan yang bertajuk Kompasianival.

Sumber: kompasiana.com
Sumber: kompasiana.com

Di samping ada yang setuju lantaran, tentu saja, menilai kiprah keenam Kompasianer yang memiliki kelebihan, baik dari karyanya, dedikasi dan konsistensinya, maupun sikapnya yang selalu wellcome - paling tidak selalu memberikan apresiasi terhadap sesama Kompasianer lainnya (walaupun dalam hal ini mungkin saja faktor suplai dan demand-nya masih kental terbawa-bawa. Contohnya saja dalam memberikan apresiasi penilaian untuk karya Kompasianer lain yang terkesan asal-asalan, paling tidak asal mendapatkan balasan, masih sering ditemukan).

Akan halnya yang kontra, atau tidak setuju atas terpilihnya ke-enam Kompasianer itu, boleh jadi lantaran dirinya sendiri sebagai yang lebih layak, pantas, cocok untuk mendapatkannya. Sehingga tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang tidak setuju pun akan menuding adanya kecurangan, atau ketidakadilan dalam proses pemilihannya.

***

Sikap pro dan kontra ketika seseorang mendapatkan anugerah penghargaan atas pencapaian prestasi di dalam setiap bidang yang digelutinya, adalah sesuatu hal yang sudah biasa terjadi dalam kehidupan ini. 

Sementara di samping ada pro dan kontra, bisa jadi pula ada yang bersikap masa bodoh, tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Tapi itu lain lagi ceritanya.

Karena sudah wataknya manusia memang. Selalu saja ditemui dua sisi yang berbeda di dalam kehidupan ini. Seperti misalnya ada siang dan malam, baik dan buruk, cinta dan benci, sedih dan gembira, dan sebagainya dan seterusnya.

Lalu kita pun berdalih dengan satu kata: Manusiawi. Sudah biasa. Tidak aneh lagi. Bukan Nabi, apalagi malaikat.

Memang benar. Lantaran dalam jiwa manusia pun ada nafsu dan akal sehat. Yin dan Yang. Lalu pilihannya terserah Anda. 

Apa mau bersikap dengan mengedepankan akal sehat, atau masi tetap berkutat bersama hawa nafsu, yang kata para ustadz merupakan ajakan Syetan yang disebut laknat? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun