Tak syak lagi, nama Bens Leo memang seorang wartawan musik terkemuka di Indonesia ini. Mustahil bila insan musik, dan pembaca media cetak, maupun digital yang membahas ihwal perkembangan musik dan segala perniknya, dari era 1970-an hingga sekarang tidak ada yang mengenalnya. Baik langsung maupun cuma lewat karya tulisnya.
Penulis sendiri mengenal nama Bens Leo di era 1970-an, ketika masih duduk di bangku SMP, melalui reportase tentang pertunjukan konser group musik, maupun gosip seputar para personel group musik, atau para penyanyi yang saat itu sedang banyak digandrungi remaja, dan anak-anak muda, seperti misalnya God Bless, The Mercys, Panbers, Koes Plus, Broery Marantika, Hetty Koes Endang, dan sebagainya.
Bahkan saat Supergroup Deep Purple mengadakan pertunjukan, atau konser raksasanya di Istora Senayan, melalui reportase Bens Leo dan rekannya, Denny Sabri, membuat penulis dibuat penasaran untuk ikut menyaksikan konser Supergroup rock asal negeri Ratu Elizabeth itu.
Padahal, ampun seribu ampun, awal mula penulis menjadi pembaca setia majalah musik Aktuil yang diterbitkan di kota Bandung tersebut, awal mulanya lantaran saat itu sedang gandrung-gandrungnya terhadap Remi Sylado, Seno Gumira Ajidarma, Yudhistira dan kembarannya Noorca M. Massardi yang sering mengisi rubrik Puisi Mbeling, maupun Cerpen dan cerbungnya di majalah tersebut.
Akan tetapi, lantaran namanya juga majalah musik, dan sebagian besar isinya lebih banyak membahas tentang musik Indonesia maupun mancanegara dengan segala perniknya, akhirnya penulis pun melahap semua isinya - termasuk tulisan Bens Leo, sebagai salah seorang wartawan di majalah itu.Â
Hingga akhirnya penulis pun sudah tidak asing lagi dengan tulisan wartawan yang bernama lengkapnya Benedictus Benny Hadi Utomo tersebut.
Selain sebagai seorang wartawan, kemudian Bens Leo dikenal pula sebagai juri pada banyak ajang festival lomba lagu dan penyanyi, maupun group musik rock atau pop tingkat nasional.Â
Bahkan pada tahun 1974, ia mulai ditunjuk sebagai anggota Dewan Juri Festival Lagu Pop Indonesia yang bermuara di World Popular Song Festival di Tokyo, Jepang. Pada tahun 1976, diundang atas nama pribadi dan AKTUIL sebagai satu-satunya wartawan musik Indonesia yang meliput World Popular Song Festival Tokyo, Jepang 1976, mendampingi pencipta lagu Guruh Soekarno Putra, dan penyanyi Grace Simon.
Selain sebagai seorang jurnalis dan dipercaya sebagai juri di setiap event festival musik, Bens Leo pun juga dikenal sebagai pengamat musik dan entertainment Indonesia. Ia termasuk anggota awal tim sosialisasi Anugerah Musik Indonesia (AMI).
Demikian juga suami dari Pauline Endang ini, kemudian karirnya merambah sebagai seorang pencari bakat dan produser musik, di mana ia berhasil berhasil memproduseri album perdana Kahitna, yaitu Cerita Cinta pada tahun 1993 lalu.
Hari Senin (29/11/2021) jurnalis, juri, produser, dan pengamat musik legendaris Indonesia ini telah meninggal dunia pada usia 69 tahun, setelah sebelumnya dirawat secara intensif di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan lantaran terkena Covid-19.
Semoga almarhum beristirahat dengan tenang di alam sana. Kita semua akan tetap mengenang nama dan jasanya untuk kemajuan seni musik di negeri ini.
Lalu yang menjadi pertanyaan, siapakah penerusnya yang akan mewartakan dunia musik di Indonesia dan mampu sejajar, bahkan syukur-syukur kariernya bisa melebihi almarhum?
Barangkali adakah di antara Kompasianer yang berniat mengikuti langkahnya? Bukankah konon almarhum Bens Leo pun mengawali karirnya, selain karena gagal mengikuti tes masuk sekolah penerbangan, juga sebelumnya memiliki hobi menulis.
S e m o g a ... ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H