Kartel narkoba di Kolumbia itu dipimpin oleh Pablo Escobar. Kisahnya mungkin pernah disaksikan juga oleh para pembaca. Melalui sebuah film yang pernah ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta beberapa waktu yang lalu.
Demikian juga berbagai buku, dan pemberitaan media tentang sosok Pablo Escobar ini dapat ditemukan kapan pun juga. Tak pelak lagi, popularitasnya memang sejajar dengan tokoh-tokoh dunia.
Hanya saja sayang memang. Kepopulerannya bukan berupa kisah tentang jasa-jasanya bagi kemaslahatan umat manusia. Melainkan tentang kejahatan, keserakahan, dan segala macam tindakannya yang merusak tatanan hidup di dunia ini.
Akan tetapi, kita bangsa Indonesia, patut bersyukur. Kisah tentang seorang Pablo Escobar sama sekali tidak akan ditemui di negara kesatuan Republik Indonesia ini.
Negara kita masih tetap menjunjung hukum sebagai panglima tertinggi di dalam berbangsa dan bernegara.
Yang namanya bentrokan antar geng preman, atawa gangster sama sekali tidak pernah terjadi. Kecuali mungkin perseteruan antara bocah, ketika berebut makanan atawa boneka. Hal seperti itu memang sesuatu yang wajar, namanya juga anak-anak. Belum paham salah dan benar.
Memang benar. Bocah-bocah itu adalah generasi penerus bangsa. Yang akan menerima tongkat estafet dari generasi sebelumnya. Berkat upaya para pinisepuh generasi tua juga, bocah-bocah yang terkadang disebut sebagai bocah yang nakal, ketika masuk pendidikan akan mendapatkan pengajaran. Terutama dasar negara, yakni Pancasila.
Berkat Pancasila juga, kiranya tenun kebhinekaan mampu menciptakan suasana kehidupan yang aman, tertib, damai, tentram, dan penuh harmoni yang indah.
O, alangkah indahnya. Mimpi di siang bolong ini. Membayangkan kehidupan berbangsa dan bernegara di Nusantara ini, kapankah akan menjadi kenyataan? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H