Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Piara Anjing, Haram!

16 November 2021   13:52 Diperbarui: 16 November 2021   14:27 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Camkan, anjing itu binatang yang tidak boleh dekat-dekat dengan manusia, apa lagi dipelihara. Sebab hukumnya najis. Najis besar. Najis mughaladhah. Terkena najisnya saja anggota tubuh kita harus dibasuh dengan air dan tanah sebanyak tujuh kali.  Sehingga dengan demikian najis mughaladhah sama artinya dengan haram."

Sebagai seorang anak yang masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar, mendengar 'fatwa' guru ngaji, yang di kampung kami lebih akrab dengan sebutan Ajengan, secara spontan saya merasa shock dibuatnya.

Betapa tidak. Ketika itu Kang Ajengan mengungkapkan penjelasannya di saat kami, anak-anak yang biasa mengaji kepadanya yang jumlahnya sekitar tiga puluhan orang, dan terdiri dari laki-laki dan perempuan, tengah belajar ngaji salah satu kitab kuning sebagaimana biasanya, setiap selesai shalat berjamaah Maghrib, di mushalla yang berada di lingkungan kampung kami.

Semua anak-anak duduk melingkar menghadap dengan takzim ke arah Kang Ajengan yang duduk di atas hamparan kulit kambing yang sudah dikeringkan. Sementara lampu petromax yang digantung dan dikaitkan pada besi kawat di langit-langit beranda mushalla, sinarnya memperjelas rona wajah-wajah kami semua.

Sementara yang disampaikan Kang Ajengan, saya anggap sebagai 'vonis' terhadap saya, yang saat itu merupakan anak satu-satunya di kampung kami yang memilki peliharaan anjing. Dan pada umumnya warga biasa hanya memelihara kambing, kelinci, ayam, dan kucing. Sehingga kepada siapa lagi "fatwa" itu ditujukan kalau bukan kepada saya.

Memang ketika itu selain memelihara anjing, di rumah kami ada juga beberapa ekor kucing yang dipelihara. Begitu juga ayah memelihara beberapa jenis ternak yang ditempatkan di kandangnya masing-masing yang terletak tidak jauh dari rumah. Di antaranya kuda, kambing, ayam, dan... Seekor kijang yang ditemukan di sawah. Mungkin binatang itu melarikan diri saat dikejar para pemburu dari gunung, kata ayah, dan terperangkap di sawah kami yang memang lumpurnya agak dalam.

Pada awalnya keluarga kami memelihara anjing pun, tujuannya semata-mata untuk penjaga ternak dari gangguan orang yang berniat untuk mencurinya. Pasalnya saat itu memang pencurian hewan ternak begitu marak terjadi di kampung kami.

Akan tetapi anjing yang biasa dirantai dekat istal itu selalu diberikan makan oleh saya.  Memang semula saya sendiri suka merasa takut digigitnya, lantaran setiap saya mendekatinya anjing itu selalu saja menyeringai, menampakkan giginya yang runcing disertai geramannya yang menyeramkan.

Akan tetapi lambat-laun ternyata perangainya berubah. Setiap melihat saya membawakan makanan untuknya, dari kejauhan pun sudah tampak ekornya dikibas-kibaskan sambil bersuara serupa yang ingin mendapatkan kasih sayang.

Boleh jadi dari tugas sebagai pemberi makannya juga saya menjadi semakin dekat dengan anjing jenis Pitbull yang dipelihara keluarga kami. Dari hanya memberikan makanannya, lama-lama saya pun menjadi berani untuk memegang dan memandikannya. Karena perangainya tidak sesuai yang semula saya kira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun