Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Demi Pencitraan, Puan Pun Rela Hujan-hujanan

13 November 2021   12:51 Diperbarui: 13 November 2021   12:53 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puan Maharani tengah menanam padi (Sumber: detik.com)

Belakangan ini di jagat Twitter sedang menjadi trending tagar #PuanOverActing, usai menanam padi bareng petani sambil hujan-hujanan, di sebuah areal persawahan di kabupaten Sleman (11/10) lalu. 

Tentunya publik pun terbelah menjadi dua melihat foto kegiatan anak kandung ketua umum DPP PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang satu ini. Selain ada yang mendukungnya - yang sudah bisa langsung ditebak kalau bukan dari jajaran internal PDI-P sendiri, ternyata lebih banyak pula yang berkomentar dengan nada menyindir dan mentertawakannya. 

Bahkan seorang mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti, dengan emotikon tangan menelungkup,  mencuit: "Biasanya petani menanam padi tidak hujan hujanan," tulis Susi di akun Twitter-nya. Tak lama kemudian, cuitan itu di- retweet anggota komisi I DPR RI, Fadli Zon, "Belum pencitraan 4.0?" tulisnya. 

Cuitan Susi Pudjiastuti, sesungguhnyalah mewakili suara warga yang menganggap kegiatan Puan Maharani, selain sebagai sesuatu yang ujug-ujug, juga terkesan dipaksakan. 

Betapa tidak. Sebagaimana sudah diketahui, elektabilitas Puan Maharani sebagai calon presiden yang digadang-gadang para petinggi PDI-P, persentasenya seolah masih tetap saja berkutat di posisi yang memprihatinkan. Sebagaimana misalnya hasil survei Litbang Kompas beberapa waktu lalu. Elektabilitas putri mendiang Taufik Kiemas ini kurang dari satu persen. 

Begitu juga saat beberapa waktu lalu banyak tersebar baliho bergambar beberapa tokoh yang disebut akan maju sebagai capres, termasuk Puan, ternyata politik tebar pesona lewat kepak sayap kebhinekaan pun tak mampu mendongkrak popularitas dan elektabilitas mantan Menko PMK tersebut. 

Ibarat Sedang Mendorong Mobil Mogok

Publik tak sedikit yang menganggap partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih itu sedang berusaha mendorong sebuah mobil yang sedang mogok agar mampu berjalan kembali dengan normal, bahkan dapat ngebut  mengejar, dan mendahului mobil lain yang sudah jauh meninggalkannya di depan. 

Lantaran ambisi yang berlebihan itu juga, mereka yang tengah berkutat mendorong mobil mogok... Eh, Puan Maharani agar elektabilitasnya mampu diraup lebih besar lagi, bahkan kalau bisa bisa melewati Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan juga Ganjar Pranowo, segala daya dan upaya pun dilakukan. Termasuk nyinyir, seperti perempuan yang tidak mendapatkan uang belanja dari suaminya, kepada para pesaingnya - tentu saja.

Padahal, ya! Padahal andaikan Megawati berambisi untuk mendorong anak perempuannya itu menjadi pemimpin di negeri ini, sebagaimana kakeknya, Bung Karno, maupun ibunya sendiri, walau menjabat presiden cuma melanjutkan mendiang Gus Dur, dan tidak sampai satu periode sekalipun, idealnya sejak jauh-jauh hari sudah dipersiapkan.

Selain untuk mengetahui dan mengenal, juga memahami lebih jauh lagi situasi dan kondisi  masyarakat Indonesia, juga di dalam sikap dan perilaku yang memiliki trade mark "merakyat" sebagai kata kuncinya, paling tidak mengikuti langkah pendahulunya yang merangkak dari bawah, yakni Joko Widodo, toh mampu merebut perhatian masyarakat banyak.

Andaikan, ya, andaikan saja skenario Megawati dalam mendukung Puan Maharani agar memiliki nilai jual yang tinggi, apabila dipersiapkan sejak Jokowi memenangkan Pilpres 2914 saja, dengan pencitraan yang merakyatnya, bisa jadi elektabilitasnya tidak jeblok seperti yang terjadi saat ini.

Sebab bagaimanapun juga jika hanya dalam tempo dua tahun saja merubah seorang Puan yang sebelumnya di mata warga sebagai seorang putri mahkota yang hidup di lingkup seputar kerajaan, dan secara ujug-ujug, atau dengan kata lain secara instan, terbukti sekarang ini. Bukannya disambut dengan euforia, sebaliknya justru malah mendapatkan banyak sindiran dan cibiran.

Tapi terlepas dari itu semua. Meskipun seperti itu juga elektabilitasnya, siapa tahu ada tangan ghaib - bukankah sebagian masyarakat Indonesia masih banyak yang percaya kepada hal-hal yang berbau mistis dan ghaib - dan nasib Puan pun berubah seketika. Sesuai dengan yang diinginkan para petinggi PDI-P, tentunya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun