Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memang Ada Conflict of Interest Ketika Menteri Sibuk Nyapres

11 November 2021   12:00 Diperbarui: 11 November 2021   12:01 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan, ketika sopir angkot sedang fokus untuk mengejar setoran. Sementara kernetnya justru malah sibuk bercumbu dengan penjaga warung kopi, seorang gadis centil yang bergaya seronok di terminal.

Atau boleh juga dengan analogi yang lainnya. Tentang nyonya yang sibuk di dapur sedangkan asisten rumah tangganya justru sedang asyik sendiri menghadapi cermin di dalam kamarnya, yang tengah merias wajah agar tak kalah menor dari majikannya.

 Kira-kira apa yang kemudian bakal terjadi?

Bisa jadi si kernet, maupun si ART akan diomeli, bahkan dimarahi oleh sopir dan majikannya. Lantaran baik si kernet maupun si ART tidak fokus lagi dengan tugas utamanya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, bila si kernet dan si ART selain tidak lagi memperhatikan pekerjaannya, keduanya pun sudah berselingkuh dengan uang yang belanja dan uang setoran yang dipegangnya justru digunakan untuk kepentingan dirinya.

Demikian juga dengan Presiden Joko Widodo manakala melihat para pembantunya yang karena tersanjung oleh elektabilitas hasil survei, lalu mendapat sambutan yang penuh euforia dari para kader pendukungnya, telah membuat yang bersangkutan (menteri yang ngebet nyapres) lupa dengan tugas yang saat ini sedang diembannya. 

Bahkan sebaliknya posisi sebagai menteri yang identik dengan bagian dari kekuasaan, akan dijadikannya sebagai  modal untuk tebar pesona di tengah khalayak, dengan harapan elektabilitasnya akan semakin meningkat. 

Terlebih lagi jika hatinya sudah dibalut jumawa lantaran punya kedudukan di luar kabinet yang lebih mentereng lagi, yaitu sebagai ketua umum partai yang berada di posisi dua dan tiga besar misalnya.  Paling tidak diharapkan Jokowi akan keder menghadapinya.

Sudah bukan rahasia lagi di antara menteri dalam jajaran kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin sudah ada yang terang benderang berminat untuk ikut adu nasib dalam perhelatan Pilpres 2024 mendatang.

Misalnya saja menteri koordinator bidang perekonomian, Airlangga Hartarto yang juga sebagai ketua umum partai Golkar. Meskipun berdasarkan hasil sigi lembaga survei Poltracking Indonesia elektabilitasnya 0,5 persen, bahkan sebelumnya di dalam survei Litbang Kompas sama sekali tidak termasuk dalam sepuluh besar, namun ambisi Airlangga sudah sulit untuk dihalangi.

 Demikian juga halnya dengan Prabowo Subianto, menteri Pertahanan, plus ketua umum partai Gerindra, hasrat untuk menduduki kursi RI 1, tampaknya masih tetap  menyala dalam dadanya. Meskipun usiany semakin beranjak renta, dan walaupun telah tiga kali menjadi pecundang, jiwa sebagai petarung sejati masih kuat tertanam dalam jiwanya. Terlebih lagi dengan elektabilitas yang berada di peringkat pertama dan kedua berdasarkan hasil sigi dua lembaga survei itu.

Selain dua nama tersebut, dari hasil sigi dua lembaga survei tadi, masih ada beberapa nama pembantu Presiden Jokowi yang namanya terjaring  dalam daftar tokoh yang memiliki tingkat keterpilihan, seperti hasil Litbang Kompas tercatat nama Tri Rismaharini, Menteri Sosial yang mendapat 4,9 persen. Kemudian Menparekraf, Sandiaga Uno memperoleh 4,6 persen.

Terlepas dari tinggi dan rendahnya elektabilitas para punggawa dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut tapi bila memperhatikan sikap, gestur tubuh, dan pernyataan yang keluar dari mulutnya, kinerja sebagai menteri dengan upayanya untuk mewujudkan hasrat kuasanya, nilainya bisa jadi sudah berada pada 40 : 60 persen.

Padahal sejatinya masa kerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang masih dua tahun lebih beberapa bulan lagi. Sementara program kerja yang diembannya masih banyak yang sedang, atau belum dilaksanakan.  

Sehingga jika demikian keadaannya, sudah seharusnya Presiden Jokowi selaku nakhoda bertindak tegas, dan mampu mengambil keputusan yang tepat. 

Andaikan hanya akan menghambat proses program pembangunan pada kementerian yang menterinya sudah tidak fokus lagi kinerjanya, apa boleh buat diganti posisinya alias di- reshuffle adalah pilihan yang tepat. 

Terlebih lagi dalam situasi multikrisis akibat pandemi Covid-19, selain dituntut untuk segera dapat memulihkan kembali kegawatdaruratan di berbagai aspek kehidupan warganya, yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana rezim pemerintahan Presiden Jokowi dapat berakhir dengan manis, tanpa meninggalkan banyak beban persoalan di akhir masa jabatannya.

 Oleh karena itu selain mumpung masih ada waktu, juga apa lagi yang musti dikhawatirkan. Toh pada periode sekarang ini presiden Jokowi sudah tidak memiliki beban lagi. Sehingga tidak elok tampaknya andaikan Jokowi telah mempersilahkan menterinya yang memang berambisi ikut meramaikan perhelatan pilpres 2024 nanti, untuk mulai mempromosikan diri.

Padahal kalau orang yang faham budaya Jawa, apa yang disebut 'lampu hijau' dari Presiden Jokowi itu, sejatinya merupakan sindiran yang menohok. Bagi mereka yang mengerti, sudah pasti akan bekerja sebagai menteri dengan sungguh-sungguh, dan menyimpan sejenak ambisinya rapat-rapat.

Sementara  bagi menteri yang tidak faham, bahkan hasrat kuasanya sudah membumbung sampai bergolak di ubun-ubun, bisa jadi tugas sebagai menteri pun hanya tinggal sebatas pajangan belaka, dan kinerjanya benar-benar hanya menghasilkan angka nol besar saja.

Jadi apa lagi yang ditunggu, Pak Presiden? Ataukah akan cukup menyenandungkan sebuah lagu yang dipopulerkan mendiang Broery Marantika ...

 ... Tapi lihatlah apa yang terjadi   

     Kita selalu berbeda rasa

    Aku begini engkau begitu sama saja...

Entahlah. Keputusan ada di tangan Pak Presiden. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun