Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibu, Jangan Bawa Anaknya yang Pria ABG ke Salon Kecantikan

29 Juli 2020   14:06 Diperbarui: 29 Juli 2020   14:08 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasana di salon kecantikan (tribunsumsel.com)

Seorang teman suatu ketika mengeluhkan perilaku 'aneh' anak lelaki satu-satunya yang sudah menginjak usia remaja, atawa biasa disebut anak baru gede (ABG).

Selain jadi suka bersolek bak perempuan, hobi olahraga beladiri dan sepakbola yang selama ini ditekuninya, sepertinya tidak pernah dilakoninya lagi sama sekali.

Demikian juga pergaulan sehari-harinya pun tampaknya berubah total. Biasanya teman saya melihat anak lelakinya itu selalu kongkow-kongkow dengan sesama teman prianya. Baik saat pergi maupun pulang dari sekolah, atawa juga saat di sasana tempat latihan beladiri. Apalagi jika di lapangan hijau saat bermain sepakbola.

Bahkan 'kejantanan' anaknya pun pernah disaksikannya ketika sasana perguruan beladiri tempatnya bergabung, memberikan kepercayaan kepada anaknya itu sebagai salah seorang peserta  turnamen kejuaraan beladiri antarperguruan silat tingkat kabupaten, dan berhasil merebut medali emas.

"Aku begitu heran dengan perubahan perilaku yang terjadi pada anak lelaki satu-satunya itu. Begitu drastis dan total sama sekali," keluhnya sambil mendekap foto anaknya yang sedang mengangkat medali emas yang pernah diraihnya itu.

"Sekarang ini anakku lebih betah di rumah, dan bermain dengan dua kakak perempuannya saja. Selain itu, aku seringkali melihat dia merias wajahnya seperti kakaknya," lanjutnya.

Mendengar penjelasannya, untuk sesaat saya sendiri tidak bisa berkata-kata. Ikut merasa prihatin dengan kejadian yang dialami dalam keluarganya itu.

Bagaimanapun sebagai seorang ayah yang memiliki seorang anak lelaki satu-satunya dari tiga bersaudara, dirinya sudah pasti mengharapkan anak lelakinya itu akan menjadi penerus trah darah-daging langsung keluarganya. Karena faham patriarki dalam adat sukunya masih tertanam kuat memang.

"Tapi kalau boleh tahu, sejak kapan anakmu berubah menjadi kemayu seperti itu?" 

Sesaat teman saya itu tampaknya sedang mengingat-ingat sesuatu. Wajahnya menengadah ke atas langit-langit ruang tamu tempat kami berbincang-bincang.

Sementara saya sendiri berfikir keras, mencoba untuk menganalisa perubahan pada perilaku 'aneh' anak lelaki satu-satunya teman saya itu. Bagaimanapun tak ada asap kalau tak ada api. Tidak menutup kemungkinan anaknya itu mendapat pengaruh eksternal maupun internal yang sedemikian kuatnya.

Ya, siapa tahu...

"Pada awalnya, aku sendiri tidak menaruh curiga dengan perubahan perilaku yang terjadi pada anak bungsuku yang lelaki satu-satunya itu. Kupikir barangkali hanya karena ingin coba-coba mencari hal-hal yang baru ditemuinya saja. Sebagaimana halnya anak-anak seusianya.

Akan tetapi, lama kelamaan setelah segala hobi yang sebelumnya aktif ditekuninya, baik olahraga beladiri maupun segala hal yang berbau pria tidak pernah lagi ditekuninya, aku mencoba bertukar pikiran dengan istriku."

Temanku terdiam sejenak. Matanya tampak berkaca-kaca.

"Ya, awalnya karena istriku juga. Saat itu istriku hendak pergi ke salon kecantikan langganannya untuk perawatan rutin. Kebetulan sopir kami sedang tidak masuk kerja. Sementara di rumah saat itu hanya ada anak lelaki kami. 

Meskipun semula si bungsu menolaknya, tapi akhirnya dia mau juga mengantarkan ibunya. 

Saat istriku sedang dalam perawatan, anakku menunggu di lobby, ruang tunggu.

Kemudian minggu berikutnya, saat istriku akan pergi ke salon kembali, tanpa diminta pun anak bungsu kami malah menawarkan dirinya untuk mengantar ibunya. Padahal saat itu sopir kami sudah masuk kembali.

Saat ditanya oleh ibunya, anak kami menjawab kalau dirinya pun ingin mencoba cuci rambut di salon langganan ibunya itu.

Begitulah. Selanjutnya ibu dan anak selalu bersama-sama pergi ke salon. Sementara anak kami selalu mengemukakan alasan yang bisa dimaklumi oleh istriku. Creambath-lah, perawatan kulit-lah, sampai perawatan wajah yang mulai jerawatan. 

Sementara itu, menurut istriku, di salon kecantikan langganannya itu para perawatnya kebanyakan pria muda. Dan beberapa di antaranya memang ada yang berperilaku kemayu..."

Temanku kembali terdiam. Seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Untuk sementara, aku mempunyai kesimpulan, kemungkinan besar anak lelaki itu kami telah 'bergaul' cukup jauh dengan para pekerja di salon kecantikan itu..."

Mendengar penjelasannya, saya sendiri jadi semakin faham dengan yang terjadi pada anak lelaki teman saya itu.

Bahkan saat itu juga saya memberikan saran kepada teman saya, agar segera saja membawa anaknya ke psikiater. Paling tidak untuk diberi hypnotherapy.

"Bukankah kamu sendiri bisa berhenti merokok, katamu, berkat dihypnotherapy?"

Ya, teman saya itu seringkali bercerita. Berkat hypnotherapy yang dilakukan dalam waktu singkat, dirinya bisa berhenti dari kecanduan merokok.

Jadi siapa tahu...

Hanya saja yang jelas, bagi Ibu-ibu sebaiknya berhati-hati bila hendak pergi ke salon kecantikan yang para pekerjanya banyak pria yang berperilaku menyukai teman sejenis, alias gay, jangan sekali-kali mengajak anak lelakinya yang berangkat remaja.

Bisa bahaya lho. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun