Demikian juga dengan yang dijelaskan Sekretaris Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenhan Dwi Mastono, bahwa temuan seperti ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Sebab Atase Pertahanan sering membutuhkan transfer dana cepat untuk kepentingan tugas.Â
Sementara berdasarkan UU Keuangan Negara, tidak mengenal diskresi penggunaan uang negara dalam rangka pelaksanaan tugas negara. Apalagi anggaran yang digunakan bukan merupakan bagian dari dana operasional menteri.Â
Oleh karena itu pengunaan Rp 48.12 miliar yang dikirimkan lewat rekening pribadi tetap harus dipertanggungjawabkan.
Semua pengguna uang negara harus patuh UU Keuangan Negara. Kemenhan, maupun kementerian/lembaga lainnya harus menjelaskan, dan memperbaiki laporan keuangannya sesuai mekanisme yang diatur undang-undang.
Bagaimanapun daripada berpolemik yang tidak jelas, dan malahan hanya menimbulkan simpang-siur, sebaiknya semua pihak sebaiknya mampu menahan diri.Â
Demikian juga halnya dengan kader partai Gerindra, tidak perlu bersikap seperti herder. Menunjukkan kesetiaan yang buta, justru malah akan memperkeruh persoalan saja.Â
Bahkan publik pun menilai kalau urusan di dalam kabinet pemerintahan tak perlu direcoki pihak luar, sekalipun partai politik tempat asal Prabowo Subianto sendiri.
Biarkan saja menteri Pertahanan sendiri yang harus menyelesaikan persoalan di kementerian yang dipimpinnya. Karena dengan demikian, rakyat pun akan menilai kredibilitas dan kapabilitas, maupun integritas seorang Prabowo Subianto yang oleh beberapa lembaga survei disebut memiliki elektabilitas paling banyak, bila dibandingkan dengan nama lainnya.Â
Demikian juga halnya dengan Prabowo Subianto sendiri, Â sebaiknya mengajak seluruh jajarannya di kementerian pertahanan untuk mengedepankan asas transparansi dan akuntabilitas, terutama kepada para atase pertahanan untuk selalu berkoodinasi terutama menyangkut penggunaan APBN yang harus tetap diaudit.
Sebab bagaimanapun jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga. Jangan sampai nama besar seorang Prabowo Subianto rusak hanya karena gara-gara masalah kurangnya berkoodinasi saja dengan jajaran di bawah kepemimpinannya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H