Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU PKS Ditarik Kembali, Kali Ini DPR Sudah Dianggap Tepat dan Benar?

2 Juli 2020   09:09 Diperbarui: 2 Juli 2020   13:12 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada apa dengan DPR RI yang terhormat ini. Tiba-tiba saja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang dulu diajukannya, sekarang malah ditarik kembali. Sehingga hanya membuat teringat lagi pada syair sebuah lagu dangdut: Kau yang mulai kau yang mengakhiri...

Memang saat pertama kali muncul ke tengah publik, rancangan undang-undang tersebut sempat membuat heboh juga. 

Perdebatan di antara mereka yang pro dan kontra, maupun mereka yang berdiri di tengah-tengah, tapi memiliki sense of humor yang tinggi, ikut meramaikan dengan joke yang mengundang tawa, namun lumayan menyentuh juga.

Bagaimana gigihnya ketika itu pihak yang tidak setuju mencoba untuk menggagalkan RUU tersebut. Sebut saja seorang aktivis perempuan, Maimon Herawati, yang juga pengajar Program Studi Jurnalistik Universitas Padjajaran, sampai mengecamnya melalui petisi yang begitu pedas sekali.

Dalam petisinya, aktivis perempuan tersebut menganggap poin-poin yang termaktub dalam RUU  yang disebutnya sebagai RUU Pro Zina itu, beranggapan ada kekosongan soal pengaturan kejahatan seksual, yakni ihwal hubungan seksual yang melanggar norma susila dan agama. 

Lebih jauh Maimon menjelaskan, bahwa dengan munculnya wacana payung hukum tersebut justru dianggapnya sebagai upaya yang akan melegalkan aborsi yang dilakukan secara suka rela, kemudian bahwa dengan diundangkannya RUU Pro Zina itu nantinya akan membuka kran kebebasan hubungan seksual, baik hetero maupun homo seksual asalkan atas dasar suka sama suka.

Sementara pihak yang setuju RUU PKS untuk disahkan menjadi undang-undang, beralasan bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sejatinya merupakan sebuah instrumen hukum untuk menutup celah hukum dalam fenomena kejahatan seksual yang selama ini terjadi di Indonesia. 

Berbagai instrumen hukum terkait seperti UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga hingga KUHP tidak mampu untuk memihak kepada korban kekerasan secara seksual atau mendorong upaya pemulihan dan pencegahan korban.

Terlepas dari hiruk pikuknya antara pihak yang setuju dengan yang tidak setuju, pihak DPR RI sendiri sebagai inisiator RUU tersebut - sebagaimana halnya RUU HIP yang belakangan ini lumayan menghebohkan juga, kemungkinan besar telah menimbulkan kegamangan yang ibarat kata maju kena mundur pun kena juga.

Betapa tidak, di satu sisi DPR akan terbentur dengan hak asasi manusia (HAM) yang dianggap merupakan hak dasar bagi kehidupan setiap orang. Sementara di sisi lain, mereka pun harus berhadapan langsung dengan norma budaya dan agama yang sangat kuat melekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini.

Bisa jadi juga yang membuat pihak DPR RI yang terhormat menarik kembali RUU PKS ini lantaran masih menemukan kesulitan dalam memecahkan masalah kekerasan seksual yang seringkali terjadi, namun dianggap belum memenuhi syarat sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Undang-undang- Hukum Pidana (KUHP).

Sebagaimana halnya dengan kasus serupa yang terjadi di sebuah perguruan tinggi tempo hari, dan cukup menghebohkan, bahkan hingga sekarang masih jadi perbincangan.

Tiga puluh perempuan alumni perguruan tinggi itu, catat: 30 orang perempuan, telah datang melaporkan kasus pelecehan seksual yang menimpa dirinya, dan yang dilakukan oleh senior mereka kepada pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Akan tetapi IM, inisial nama yang disebut pihak pelapor sebagai pelaku tunggal kasus pelecehan seksual itu dengan lantangnya membantah pernyataan 30 orang perempuan itu.

Bahkan IM meminta  pembuktian tuduhan yang dianggapnya sebagai pencemaran nama baik, dan pembunuhan terhadap karakter dirinya itu, dengan bukti-bukti yang kuat, dan bisa dipertanggungjawabkan di mata hukum yang berlaku.

Itulah masalahnya.

Sehingga pihak DPR pun dituntut untuk mampu bekerja lebih keras lagi untuk memecahkan masalah sebagaimana yang disebutkan di atas tadi. 

Bagaimanapun IM yang dianggap sebagai pelaku pelecehan seksual itu memiliki senjata pertahanan untuk mematahkan serangan terhadap dirinya. 

30 orang perempuan yang mengaku telah menjadi korban pelecehan seksual itu dianggap tidak bisa menghadirkan bukti-bukti yang kuat. 

Sebab dalam aksinya yang dilakukan oleh "pelaku" terhadap "korban" sama sekali tidak ada saksi, atau paling tidak sebuah rekaman digital serupa CCTV misalnya, atau juga melalui rekaman kamera ponsel - sebagaimana yang sekarang ini sudah dapat dijadikan sebagai salah satu alat pembuktian di depan hukum. 

Oleh karena itu, wajar apabila pihak DPR RI menarik kembali RUU PKS tersebut dari Prolegnas 2020, lantaran mereka membutuhkan bahan yang harus dikaji, dan digali lebih dalam lagi. 

Paling tidak, pihak DPR harus duduk bersama dengan banyak pihak yang berkompeten, baik dengan para pakar hukum pidana, maupun pakar hukum agama, dan juga mereka yang memahami hukum adat yang sudah berlaku di kalangan masyarakat dari berbagai penjuru daerah di Indonesia ini. 

Kalau memang seperti itu yang menjadi alasannya, DPR RI patut mendapatkan acungan jempol. 

Tumben kali ini telah bersikap tepat dan benar? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun