Dalam Sidang Kabinet Paripurna yang dilaksanakan secara tertutup, Minggu (18/6/2020) lalu di Istana Negara, Presiden Joko Widodo, atau Jokowi dengan penuh emosi dan suara bernada tinggi menyampaikan kejengkelannya kepada para menteri, lantaran dianggap masih bekerja biasa-biasa saja pada masa krisis seperti sekarang ini.
Bahkan dalam kesempatan itu Jokowi dengan tegas menyampaikan ultimatum kepada jajaran kabinetnya, bahwa dirinya akan mengambil langkah extraordinary dalam bentuk mengeluarkan aturan tertentu, bahkan pembubaran lembaga, dan perombakan kabinet, atau reshuffle.
Bisa jadi kemarahan Jokowi tersebut  memang karena selama pandemi Covid-19 yang terjadi selama ini, dirinya menyaksikan masih banyak di antara jajaran kabinetnya itu yang tidak bekerja secara maksimal, bahkan terkesan kebingungan seakan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Bukan hanya di depan para menterinya saja, Jokowi marah-marah, sampai menebar ancaman reshuffle terkait krisis akibat pandemi Covid-19 ini. Melainkan ketika melakukan kunjungan kerja ke Jawa timur pun Presiden RI ketujuh ini, dengan lugas dan tegas meminta jajaran pemerintah daerah di ujung timur pulau Jawa itu harus bisa menekan penyebaran kasus positif virus Corona dalam waktu dua minggu.
Selain itu dalam pidatonya di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (25/6/2020) lalu, Jokowi menyampaikan sebanyak 70 persen warga Surbaya Raya tidak mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah. Hal itu dikatakannya setelah mendapat laporan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur.
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi  tersebut, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, atau biasa dipanggil Risma, menjawab bahwa dirinya sejak kemarin-kemarin terus bekerja tanpa hentinya.Â
Begitu juga Risma membantah tudingan atas pernyataan Jokowi terkait 70 persen warga Surabaya tak menggunakan masker selama pandemi Covid-19.Â
Risma mengatakan kalau warga Surabaya telah mematuhi protokol kesehatan, terutama dalam penggunaaan masker.
Akan tetapi dalam audiensi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya, di Balai Kota Surabaya, Senin (29/6/2020) dibantah olehKetua Tim Penyakit Infeksi Emerging dan Remerging (Pinere) RSUD dr Soetomo, dr Sudarsono, bahwa selama ini masih banyak warga Surabaya yang tak mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19. Buktinya adalah jumlah pasien Covid-1 9 di kota Surabaya selama ini melebihi kapasitas di RSUD dr Soetomo.
Mendengar penjelasan dr Sudarsono, Risma pun seketika langsung bersujud sambil menangis di hadapan Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging dan Remering (Pinere) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo, dr Sudarsono itu.Â
Risma bahkan memegang kaki Sudarsono sambil menangis. Sejumlah pejabat Pemkot Surabaya dan dokter terlihat berusaha menguatkan Risma.
Risma mengaku telah berusaha menjalin komunikasi dengan manajemen RSUD dr Soetomo. Akan tetapi rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu, kata dia, menolak bantuan alat pelindung diri (APD) yang dikirimkan Pemerintah Kota Surabaya.
Menyimak sikap Presiden Jokowi terhadap para menterinya, maupun terhadap jajaran pemerintah daerah di Provinsi Jawa timur, termasuk Walikota Surabaya, tampaknya ada dua hal yang berbeda.Â
Bisa jadi bagi menteri yang merasa menjadi "sasaran tembak" Jokowi lantaran kinerjanya buruk, malahan seringkali bersikap kontroversial, namun lantaran mendapat backing dari petinggi partai politik tempatnya bernaung, tidak menutup kemungkinan akan tetap santai, ongkang-ongkang kaki. Tidak peduli dengan kemarahan Presiden Jokowi.
Lain halnya dengan sikap Risma, walaupun awalnya membantah, dan terkesan marah atas tudingan Presiden Jokowi, tetapi setelah mendengar penjelasan pihak IDI Surabaya, ahirnya bersimpuh sujud seraya menitikan air mata.Â
Walaupun terkesan rada lebay, Risma yang biasanya tegas, dan terkadang tampak marah-marah, pada akhirnya tokh harus pasrah. Hanya saja publikpun memahami, Risma seorang wanita. Setegar-tegarnya Risma, naluri kewanitaaannya akan keluar juga.
Terlebih lagi selama ini publik pun tahu, antara Risma dengan Khofifah pernah terjadi konflik yang tampaknya berbuntut panjang.
Di sini publik pun semakin faham, dan semakin bisa membedakan siapa yang sungguh-sungguh bekerja demi rakyatnya, dan siapa yang dalam menduduki jabatannya  dibebani oleh conflict of interest, dan enggan melepaskan jabatannya lantaran memang dalam virus aji mumpung telah tertanam kuat dalam benaknya.
Coba sekarang ini ada para menteri yang sadar diri setelah mendapat teguran keras Presiden Jokowi, menyatakan mengundurkan diri karena tidak mampu bekerja - sebagaimana yang sering terjadi di luar negeri, bahkan sampai melakukan harakiri seperti di Jepang sana?
Sikap tak tahu diri, dan tak tahu malu merupakan barang yang langka, dan memang bukanlah budaya politikus Indonesia. Sehingga sulit akan terjadi seorang menteri dengan sukarela melepaskan jabatannya sekalipun yang bersangkutan tidak becus menjalankan tugas yang diembannya.
Tapi meskipun kondisinya demikian, tidak menutup kemungkinan, ancaman reshuffle akan menjadi kenyataan. Presiden Jokowi pun tidak ingin kapal yang dinakhodainya karam di tengah perjalanan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H