Terus terang, saya bukan simpatisan, apalagi kader PDIP. Akan tetapi ketika melihat bendera parpol pemenang pemilu tahun 2019 lalu itu dibakar pengunjuk rasa, saya merasa prihatin, dan menganggap sikap oknum pelaku sebagai sesuatu yang begitu naif, dan sama sekali tidak terpuji.
Memang benar. Selama ini saya tidak tertarik dengan politik praktis dan pragmatis. Sama sekali tidak berafiliasi dengan partai politik manapun. Saya cenderung untuk lebih memilih bersikap independen.Â
Bagaimanapun, partai politik di negeri ini, di mata saya belum pernah terlihat ada yang sesuai dengan idealisme yang ada dalam benak.
Begitu juga ketika PDIP menginisiasi lahirnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), secara pribadi saya merasa keberatan. Saya menganggap hal itu hanyalah sesuatu yang mengada-ada, dan sama sekali tidak penting untuk diutak-atik kembali.
Bahwasanya Pancasila sebagai dasar negara, Â sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 tidak bisa dirubah lagi, dan sudah menjadi harga mati.
Akan tetapi, saya pun tidaklah begitu saja secara serta-merta menuding PDIP berniat untuk mengutak-atik secara serampangan. Atau juga merubah  Pancasila secara total menjadi Trisila, maupun Ekasila.
Tidak menutup kemungkinan, dalam mewacanakan RUU HIP ada maksud lain di baliknya. Seperti misalnya ingin mencari tahu sejauh mana bangsa Indonesia memiliki perhatian terhadap dasar negara Pancasila.Â
Apakah masih konsisten memegang teguh, dan mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-harinya, atau memang ingin menggantikannya dengan ideologi yang lain, seperti misalnya dengan syariat Islam, sebagaimana yang belakangan ini ramai diperbincangkan.
Suara-suara penolakan pun memang langsung muncul dari berbagai penjuru. Tidak hanya dari kelompok nasionalis saja, ternyata dari berbagai ormas keagamaan pun penolakan terhadap RUU HIP tersebut begitu nyaring terdengar.
Bahkan ormas FPI yang selama ini dianggap sebagian pihak berniat hendak merubah ideologi Pancasila dengan syariat Islam, ikut tersengat juga. Dengan lantangnya FPI bersama kelompok lain yang selama ini dianggap satu haluan, langsung menggelar unjuk rasa besar-besaran, sebagaimana biasa yang dilakukan kelompok tersebut selama ini, apabila ada permasalahan yang tidak berkenan dengan pandangan politiknya.
Hanya saja, dalam pandangan saya sendiri, masih tetap terselip pertanyaan, apakah sikap FPI dan PA 212 dalam menyikapi RUU HIP tersebut murni sebagai wujud nyata kecintaannya terhadap Pancasila sebagai dasar negara, dan bersungguh-sungguh ingin tetap keukeuh mempertahankannya selama NKRI berdiri sebagai negara tempat bernaungnya, ataukah ada tujuan lain di baliknya?