Sebagaimana keduanya hendak beristirahat di pertapaan Agrajati, tempat Resi Jalasuta, Pangeran Niskala Wastu Kencana mengaku dirinya sebagai kelana, bernama Rakean Angga yang berasal dari Binayapanti Jampang.
Hanya saja dalam percakapan selanjutnya, setelah Pangeran Wangisutah mengetahui pertapaan Agrajati yang terletak di hulu sungai Cipamali itu masih termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Sunda-Galuh, dan penduduknya, termasuk Resi Jalasutah pun mengaku sebagai rakyat kerajaan di tatar Sunda itu, Pangeran Wangisutah ahirnya membuka penyamarannya. Bahkan ia sempat memberikan hadiah kepada Resi Jalasutah berupa satu kantung uang kepeng mas untuk membangun pertapaan Agrajati.
Setelah cukup beristirahat, ksatria kerajaan Sunda-Galuh itu kembali melanjutkan perjalanan. Kepada setiap orang yang bertemu dalam perjalanan, Pangeran Wangisutah yang menyamar sebagai kelana, selalu saja memberikan jawaban bahwa dirinya hendak mencari ilmu ke pertapaan di gunung Dieng.
Karena menurut perkiraannya, bila sudah mencapai gunung Dieng, maka arah untuk menuju ke wilayah kerajaan Majapahit sudah tidak jauh lagi.
Akan tetapi sebelum tiba di gunung Dieng, Pangeran Wangisutah, alias Pangeran Niskala Wastu Kencana, terlibat dalam pertarungan dengan kelompok perampok yang sedang melakukan perampokan di suatu desa.Â
Berkat kesaktiannya, perampok yang berjumlah puluhan orang dapat ditaklukkannya, dan pemimpinnya pun diserahkan kepada kepala desa setempat. Dan sebelum pasukan keamanan kerajaan Majapahit tiba di desa tersebut, Pangeran Wangisutah segera bergegas pergi. Supaya tidak ketahuan, tentu saja.
Setibanya di gunung Dieng, kedua kelana yang menyamar itupun memohon diri kepada Pendeta penunggu candi Semar, candi Harjuna, dan candi lainnya untuk melakukan ibadat, sekaligus berguru ilmu di pertapaan Budha tersebut.
Setelah merasa cukup berguru di pertapaan gunung Dieng, Pangeran Wangisutah bersama Rakean Hujung, pengawalnya yang setia, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kota Daha, yang merupakan bagian dari pusat kota negara Kediri.
Di Daha ksatria kerajaan Sunda-Galuh itupun sempat berguru cara membuat senjata kepada seorang Mpu yang biasa membuat senjata untuk pasukan armada perang kerajaan Majapahit.
Sesungguhnyalah, tujuan daripada Pangeran Niskala Wastu Kencana menjadi catrik di tempat Mpu pembuat persenjataan pasukan Majapahit tersebut, tak lain adalah merupakan suatu taktik untuk bisa meloloskan diri masuk ke istana kerajaan Majapahit tanpa dicurigai, dengan menyamar sebagai murid Mpu tersebut.
Benar saja, ksatria kerajaan Sunda-Galuh tersebut dengan mulusnya dapat melenggang masuk ke area istana Majapahit tanpa dicurigai sedikitpun. Bahkan pada ahirnya kesempatan untuk bertemu dengan musuhnya pun, yakni Mahapatih Gajah Mada dapat terlaksana.