Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Palagan Bubat, Mitos Larangan Perjodohan Suku Sunda dan Jawa

4 Juni 2020   08:47 Diperbarui: 4 Juni 2020   10:07 5266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kaltim.Tribunnews.com)

Suatu ketika, saya pernah mendengar, konon 'katanya' suku Jawa merupakan saudara tua-nya suku Sunda. Sehingga dalam perjodohan pun menjadi terlarang apabila seorang yang berasal dari  suku Sunda menikah dengan orang dari suku Jawa. 

Adapun yang menjadi alasannya, masih dalam pusaran 'katanya' juga, karena selain dianggap melanggar tata-susila, juga dipandang sebagai suatu pelanggaran terhadap sabda yang diamanatkan leluhurnya.

Apabila larangan itu dilanggarnya, maka - katanya lagi, kehidupan rumah tangga pasangan  suku Sunda dengan Jawa itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan, dan tidak akan langgeng. 

Akan tetapi, 'katanya'  yang berkelindan di seputar mitos itu ada pula versi yang berangkat dari  kisah tragedi palagan perang Bubat tempo doeloe, yakni pertempuran antara pasukan dari kerajaan Majapahit dengan pasukan dari kerajaan Sunda-Galuh, yakni sebuah kerajaan yang terletak di kabupaten Ciamis sekarang ini.

Adapun pertempuran antara Majapahit dengan Sunda-Galuh itu disebut sebagai palagan Bubat, sebab peperangan tersebut terjadi di sebuah wilayah yang dikenal dengan nama Bubat, yang berdasarkan catatan sejarah merupakan nama sebuah tempat di Majapahit. 

Negarakrtagama menyebut Bubat sebagai padang rumput di sebelah utara kediaman kerajaan, yang digunakan untuk acara olahraga tahunan. 

Sementara Kidung Sunda menyebutnya sebuah pelabuhan-sungai dari ibukota Majapahit. 

Nigel Bullough, seorang naturalis asal Inggris yang berganti nama jadi Hadi Sidomulya, dalam Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca menyebut Bubat berada di sebelah selatan kali Brantas, mungkin desa Tempuran –dahulu 10 km di sebelah utara Majapahit dan sekitar 8 km baratdaya pelabuhan di Canggu.

Sedangkan yang menjadi latar belakang terjadinya perang Bubat itu sendiri bermula dari ketertarikan raja Majapahit, yakni Hayam Wuruk, terhadap kecantikan seorang Puteri dari kerajaan Sunda-Galuh, yang bernama Dyah Pitaloka Citraresmi. Sehingga Hayam Wuruk berkeinginan untuk mempersuntingnya, dan menjadikan putri dari kerajaan Sunda-Galuh tersebut sebagai permaisurinya.

Sang raja pun mengirim surat yang diantar oleh seorang mantri bernama Madhu untuk melamar Dyah Pitaloka, yang bila lamaran itu disetujui, maka pernikahan akan digelar di Majapahit.

Pihak Kerajaan Sunda sendiri awalnya merasa keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati, karena tidak lazim bila calon pengantin wanita datang menyerahkan diri ke pihak pengantin laki-laki. Selain itu ada kekhawatiran bahwa pernikahan ini merupakan jebakan diplomatik dari Majapahit untuk menguasai tanah Sunda lewat jalur pernikahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun