Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bicara Sejarah Pancasila, Pohon Sukun Itu Janganlah Dilupakan

31 Mei 2020   07:38 Diperbarui: 31 Mei 2020   08:10 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Bung Karno di bawah pohon sukun (Kompas.com)

Besok hari adalah hari pertama di bulan Juni. Tepatnya, Senin (1/6/ 2020). Sudah tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia, bahwa setiap tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila yang merupakan dasar negara Republik Indonesia.

Saat itu, Pada 1 Juni 1945, Bung Karno menyampaikan pidato dalam rapat besar Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Di dalam rapat itu Bung Karno secara berapi-api menyadarkan peserta rapat tentang perlunya Indonesia memiliki dasar negara yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lima prinsip dipaparkan Soekarno beserta relevansinya bagi bangsa Indonesia. Kelima butir itulah yang disebut Soekarno sebagai Pancasila.

Ini pula yang mendasari penetapan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

Tapi adakah di kalangan generasi millenial sekarang ini yang tahu, bahwa antara Pancasila dengan pohon sukun memiliki hubungan yang tak bisa dipisahkan dengan sejarah kelahirannya?

Konon, Buah pemikiran Soekarno akan Pancasila tidak muncul secara tiba-tiba. Pancasila hadir sebagai hasil dari proses perenungan diri Bung Karno selama empat tahun diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pada 14 Januari 1934, Bung Karno bersama sang istri, Inggit Garnasih serta ibu mertua (Ibu Amsi) dan anak angkatnya, Ratna Djuami, tiba di rumah tahanan yang terletak di Kampung Ambugaga, Ende.

Kehidupan Soekarno dan keluarga di Ende serba sederhana dan jauh dari hiruk-pikuk politik seperti di kota besar.

Otomatis sosok yang kemudian mendapat gelar Proklamator Indonesia ini, benar-benar kesepian, terputus sama sekali dari dunia luar, dan dijauhkan dari teman-teman seperjuangan yang biasanya seringkali berkumpul dan berdiskusi.

Tak banyak yang bisa dilakukan Bung Karno di tempat pengasingan yang begitu jauh dari Ibu Kota itu.

Sehari-hari, Soekarno memilih berkebun dan membaca. Untuk membunuh kebosanannya dengan aktivitas yang monoton itu, jiwa seni Bung Karno kembali tumbuh.

Sebuah tempat favoritnya untuk berkontemplasi adalah di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke Pantai Ende.

Pohon sukun itu berjarak 700 meter dari kediaman Soekarno. Biasanya, Soekarno pergi sendiri ke tempat itu pada Jumat malam.

Di tempat itulah, Soekarno mengaku buah pemikiran Pancasila tercetus. Sebagaimana yang dituangkan dalam kisahnya berikut ini:

"Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari... Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada."

Sehingga dari kisah tentang lahirnya Pancasila itu, sebagai warga negara, dan bangsa Indonesia, kita dapat banyak memetik banyak makna dan hikmahnya.

Paling tidak di dalam keterasingan, dan kesepian, juga penderitaan, bisa dilahirkan suatu mahakarya yang menjadi pegangan hidup kita semua dalam koridor berkehidupan berbangsa dan bernegara di negara kesatuan Republik Indonesia yang bhinneka tunggal ika ini.

Bahkan bisa jadi relevan juga antara situasi dan kondisi yang ketika itu dialami Bung Karno dengan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Ya, dalam suasana yang dicekam keprihatinan yang berkepanjangan akibat pandemi Covid-19, yang menuntut kita semua harus senantiasa waspada dan disiplin agar tidak terpapar penyebaran pagebluk tersebut, ditambah lagi dengan- apa boleh buat - harus mengencangkan ikat pinggang, adalah suatu kondisi yang sama sekali bukan untuk ditangisi dan disesali.

Apalagi kalau sampai saling menyalahkan, dan nyinyir kasak-kusuk mencari kambing hitam. 

Sebagaimana halnya lantaran oleh pemerintah dihimbau untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, lalu ditetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dan saat ini dengan dicanangkannya kehidupan normal baru, atau lebih dikenal new normal itu, di sana-sini masih juga terdengar keluhan, protes, dan nyinyir yang tak berkesudahan.

 Padahal, andaikan saja butir-butir  pemikiran Bung Karno yang kemudian dijadikan sebagai dasar negara yang bernama Pancasila itu, direnungkan, dan kemudian diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, paling tidak dalam kehidupan yang serba darurat seperti ini pun, tidak menutup kemungkinan akan terlahir juga pemikiran yang besar untuk mengatasinya.

Misalnya saja dari pohon sukun itu. Kenapa tidak buahnya itu kita jadikan sebagai alternatif pengganti nasi.

Selain banyak tumbuh di setiap pelosok negeri ini, konon buah sukun itu kandungan gizi dan nutrisinya tidak kalah dari nasi.

Menurut Dari data USDA (United States Department of Agriculture), buah sukun per 100 gram memiliki kandungan sebagai berikut:

Kalori 70,65 kal, Karbohidrat 27,12 g, Lemak 0,23 g, Protein 1,07 g, Calcium 17 gIron0,54 g, Magnesium 25 g, Phosphorus 30 g, Potassium 490 g, Soidum 2 gZinc0,12 g, Vitamin C 0,02 mgv, Vitamin B 60,1 mg, Vitamin E 0,1 mg, Vitamin K 0,5 mg. 

Bahkan konon katanya, buah sukun tersebut memberikan banyak manfaat, antara lain:


1. Menurunkan Gula Darah – kandungan serat yang tinggi dalam sukun dapat membantu mengontrol gula darah. Penyerapan gula berlebih dapat berkurang dengan mengonsumsi sukun. Oleh sebab itu, buah sukun cocok untuk penderita diabetes.

2. Sumber Energi – sukun dapat diolah dan dijadikan alternatif pengganti makanan pokok karena menghasilkan tenaga tanpa menambah jumlah kalori. Sukun juga baik untuk mengurangi risiko penyakit jantung.

3. Sumber Omega 3 dan 6 yang terkandung dalam sukun memberikan manfaat bagi kesehatan kulit, rambut, liver dan otak.

4. Melancarkan Buang Air – kandungan serat tinggi bermanfaat bagi sistem pencernaan manusia, sehingga baik untuk membantu buah air besar maupun kecil.

5. Membantu Program Diet – buah sukun yang direbus dapat dikonsumsi bagi kita yang sedang menjalankan program diet.

6. Menjaga Kesehatan Kulit – selain kandungan omega 3 dan omega 6, buah sukun juga mengandung vitamin C yang baik untuk kesehatan kulit.

7. Kaya Antioksidan – kandungan antioksidan sukun baik untuk elastisitas kulit dan mencegah penuaan dini.

8. Sumber Vitamin dan Mineral – sama seperti buah-buahan lainnya, sukun mengandung berbagai vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh.

9. Menjaga Kesehatan Rambut – masalah kerontokan rambut juga dapat diatasi dengan mengonsumsi sukun. Sebab, kandungan mineralnya akan merangsang pertumbuhan dan menjaga ketebalan rambut.

Kalau memang seperti itu, kenapa tidak kita coba untuk mulai sekarang menjadikan sukun sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun