, puji dan syukur hanya milik Allah SWT semata. Selama menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan tahun ini yang berbeda dari sebelumnya, ternyata masih kami temukan kebahagiaan tersendiri.Â
Demi kemaslahatan, kami sekeluarga tetap taat terhadap himbauan untuk beraktivitas di rumah saja. Sementara untuk memenuhi kebutuhan hidup, kami sekeluarga berusaha untuk memaksimalkan berbagai bahan pangan yang kami miliki selama ini.
Bukan bermaksud , hanya saja kebetulan almarhum orang tua saya meninggalkan beberapa petak sawah, kebun, dan halaman yang cukup luas di sekitar rumah (sekitar 0,5 ha), sementara ini untuk urusan perut sekeluarga tidak terlalu jadi masalah memang.
Selama ini pun memang kami tidak pernah sampai kekurangan. Beras, tinggal mengupah pekerja untuk menggiling padinya di pabrik.
 Sedangkan untuk lauk-pauknya, kalau ingin makan ikan tinggal mengambil di kolam.Â
Begitu juga dengan sayur mayur dan beberapa jenis rempah untuk bumbunya tinggal mebgambil di sekitar halaman.Â
Bahkan bila sekalinya ingin menikmati daging ayam, tinggal mengambilnya dari kandang. Lantaran selama ini saya pun beternak ayam kampung walau berskala rumahan sekalipun.
Sementara untuk sajian yang sepertinya menjadi sesuatu yang wajib tersedia di bulan Ramadhan, yakni hidangan pembuka yang segar dan manis, seperti kelapa muda, pisang, atau buah-buahan lainnya, istri saya pun tidak harus pergi jauh ke pasar untuk mendapatkannya.Â
Lantaran di sekitar halaman selalu tersedia, karena selain tanaman peninggalan almarhum orang tua, seperti pohon kelapa, sirsak, dan jambu, sayapun bercocok tanam buah naga, dan berbagai varietas pohon pisang juga.
Sehingga dengan demikian, sajian menu berbuka pun bisa berganti saban harinya, atau tergantung selera masing-masing anggota keluarga.
Tapi pavorit saya sendiri, adalah kolak pisang. Sebab selain mudah dibuatnya, pencernaanpun menjadi sehat pula.
Apalagi pemanisnya pun adslah gula merah bikinan sendiri yang bahannya dari sadapan nira pada pohon enau yang tumbuh di pojok halaman.
Memang terkadang godaan untuk berbuka puasa bersama di luar, untuk mencari suasana lain, dan menikmati sajian yang lengkap - bahkan berlebihan - di rumah makan, Â muncul juga. Baik dari yang dikhayalkan anak-anak melalui obrolan ringan, maupun hanya sekilas terbersit dalam hati manakala bernostalgia mengenang Ramadhan yang telah lewat.
Pada ahirnya kami semua hanya bisa menghela nafas panjang seraya mengusap dada.Â
Tapi tak lupa, berlanjut mengucap syukur kepada Allah SWT, lantaran di tengah keterbatasan sekarang ini, masih tetap mendapat kenikmatan hidup dariNya.
Ternyata dengan memanfaatkan peninggalan mendiang orang tua, kami sekeluarga masih dapat hidup, walau pun alakadarnya, dan di tengah suasana yang penuh ketidakjelasan juga. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H