Tak pelak lagi jika sekarang ini, Â ekses dari pandemi Covid-19, di manapun, dan bagi siapa pun menjadi hari-hari yang penuh dengan keprihatinan.Â
Walaupun di kampung kami, Alhamdulillah, masih termasuk zona hijau, namun dampak virus Corona itu begitu jelas dirasakan oleh seluruh warga.Â
Boleh jadi semenjak himbauan bekerja, belajar, dan ibadah di rumah saja diberlakukan sebulan yang lalu, situasi dan kondisi kehidupan dengan 'budaya' baru itu pun, apa boleh buat menjadi ikut berubah pula.Â
Dengan selalu berkumpulnya keluarga di rumah saja, terutama apabila anak-anaknya masih  berusia sekolah, tuntutan untuk jajan pun mungkin  akan berlipat pula.Â
Sementara itu, penghasilan keuangan keluarga yang selain pas-pasan, ditambah lagi kesulitan mendapatkan sumbernya, maka tak ayal lagi orang tua pun dibuat pusing tujuh keliling karenanya.
Perlu diketahui, sebagian besar warga di kampung kami mencari nafkah sebagai pekerja informal. Kalau musim hujan, menjadi buruh tani di kampung sendiri, dan bila musim paceklik mereka jadi buruh bangunan di kota.
Karena mungkin saja proyek pembangunan pun ikut terdampak juga, praktis banyak dari mereka yang batal berangkat ke kota.Â
Sementara itu padi di sawah maupun singkong di kebun belum dipanen, maka banyak warga di kampung kami yang menjadi pengangguran.
Padahal urusan perut tetap harus diutamakan. Termasuk jajan anak, meskipun alakadarnya juga.
Tak ada jalan lain memang untuk memenuhinya, selain bermanis muka kepada pemilik warung, dengan harapan agar masih mendapat kebaikan, diberi kelonggaran untuk berutang, walau dibayarnya entah kapan.
Terlebih lagi saat memasuki bulan Ramadhan sekarang ini. Keprihatinan pun kian menjadi-jadi.