Setiap kali memasuki bulan suci Ramadhan, selalu diniatkan untuk membuat perubahan total dalam kehidupan pribadi agar bisa lebih baik lagi. Terlebih lagi bila mengingat usia yang semakin hari kian bertambah tua saja, sikap dan cara berpikirpun  sudah seharusnya semakin dewasa juga tentunya.
Sungguh. Selama ini, manakala melihat tetangga, atau siapa pun yang dikabarkan meninggal dunia, sementara usianya lebih muda dari diri saya, selalu saja muncu pertanyaan, "Kapan giliran diri saya ini akan dijemput malaikat maut seperti dia?"
Pertanyaaan itu, juga selalu diikuti oleh kecemasan yang tiada tara. Selain selalu saja merasa belum siap untuk menghadapi peristiwa yang niscaya bakal dialami setiap makhluk hidup - termasuk manusia, pun dalam hati ini seringkali mucul rasa takut dengan balasan Tuhan kelak atas setiap dosa yang selama hidup diperbuat.
Urusan kematian memang sesungguhnya tidak harus menjadi momok yang menakutkan. Selain karena merupakan suatu keniscayaan, juga apabila selama hidup selalu berbenah untuk menghadapi kedatangannya yang tak seorang pun mampu menghalanginya.
Bisa jadi dalam hal berbenah itu juga yang menjadi masalahnya. Bagaimana pun hidup di dunia yang fana ini serupa kaum urban yang berasal dari suatu kampung, dan mencari kehidupan di perkotaan. Suatu ketika, manakala tiba Hari Raya Iedul Fitri,misalnya, mereka pun akan pulang mudik ke kampung asalnya.Â
Biasanya setiap mereka kembali ke kampungnya, tidak sekedar pulang kampung begitu saja, alias kembali dengan tangan kosong dan hampa. Paling tidak buah tangan untuk keluarga yang berada di kampung selalu dibawakannya. Terlebih lagi bagi mereka yang kehidupannya di perantauan mengalami kesuksesan, selain membawa banyak oleh-oleh juga tak ketinggalan pamer kesuksesan berupa harta yang berhasil dimilikinya, baik perhiasan mas berlian, kendaraan roda dua sampai roda empat keluaran terbaru, Â seakan menjadi keharusan agar membuat decak kagum tetangga di kampung.
Demikian juga halnya dengan kepulangan manusia dari kehidupan menuju kematian. Sebagaimana keyakinan umat Islam, ada dua jenis "buah tangan" yang akan dibawa seseorang ketika menuju alam kubur. Oleh-oleh itu adalah amal perbuatan selama hidup di dunia ini, apakah berupa amal kebaikan, atau berupa kejahatan semata.
Terlepas dari sifat manusia yang memang bukan malaikat yang selamanya berbuat kebaikan, dan bukan pula syaitan yang selalu berbuat kejahatan, sehingga pada umumnya disebut sebagai makhluk yang tidak sempurna, sudah barang tentu selama hidupnya siapapun bakal tidak luput dari berlaku keliru dengan mengikuti ajakan syaitan. Sebaliknya sejahat-jahatnya manusia, suatu saat sudah pasti pernah juga berbuat kebaikan.
Lantaran itu pula, lantaran sudah dijanjikan Allah yang mahakuasa, bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan yang setimpal,maka suka maupun tidak, apabila memang di alam sana ingin mendapatkan balasan berupa Surga yang dijanjikanNya, sudah tentu setiap manusia dituntut untuk selalu berlaku baik, dengan mengikuti setiap perintahNya selama hidup di dunia ini.Â
Begitu juga apabila selama hidup di dunia ini selalu lengah dan alpa, dan melanggar setiap perintahNya, maka neraka yang menjadi tempat penyiksaan sudah pasti akan menunggunya kelak.
Begitulah. Kesadaran akan hal itu pula yang membuat diri saya mencoba berbenah manakala sampai hari ini, di bulan suci Ramadhan  ini masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Karena terus terang, dan saya akui dengan sesadar-sadarnya bila selama ini saya seringkali alpa, bahkan merasa kerap mengikuti ajakan hasrat nafsu yang berlebihan.
Sungguh. Selama ini selalu saja saya merasa sulit untuk mengendalikan diri. Seringkali sifat sombong, mudah tersinggung, dan takabur sepertinya enggan untuk dikubur. Demikian juga dengan sifat kekanak-kanakan, yang membuat saya kerapkali berlari dari pertanggungjawaban dalam menghadapi suatu permasalahan, kemudian berganti oleh keputusasaan, atau terkadang dengan ledakan amarah yang memalukan, merupakan sikap saya yang bisa jadi menghalangi diri ini untuk menuju perubahan ke arah kebaikan.
Maka dengan masih diberikannya usia hingga bulan Ramadahan ini pula, kiranya saya berharap akan mampu merubah segala sikap buruk yang melekat pada diri ini, dengan menunaikan segala perintah dan segala yang dilarangNya, baik berupa yang berhubungan langsung dengan Allah yang mahakuasa, maupun dengan sesama makhluk ciptaanNya.
Dimensi keseimbangan hubungan secara horizontal dan vertikal memang harus tetap dijaga dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana ditetapkan dalam perintahNya.Â
Hanya saja bisa jadi di tengah situasi darurat akibat pandemi virus corona sekarang ini, sudah pasti banyak perbedaan dengan keadaan sebelumnya. Termasuk dalam membina hubungan dengan Tuhan maha pencipta maupun dengan sesama.Â
Hal baru yang terjadi sekarang ini pun boleh jadi akan menjadikan suatu kesulitan dalam menjalaninya.Â
Namun dengan sabar dan ikhlas juga, saya pun harus mampu melaksakan semuanya.Â
Apa boleh buat, kalau boleh diamsalkan, mungkin inilah momen serupa perang yang lebih besar dari bharatayudha yang harus saya lakoni sekarang ini.Â
Selain dalam  situasi dan kondisi yang penuh dengan kesulitan hidup, tantangannya pun harus mampu mengalahkan kejumudan yang selalu saja menjadi penghalang menuju jalan yang penuh kebaikan dan keberkahan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H