Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soal Larangan Mudik, Kenapa Saat Sudah Banyak Korban Baru Diterapkan

22 April 2020   09:52 Diperbarui: 22 April 2020   18:51 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (kompastv)

Bagi masyarakat yang selama ini mengharapkan pemerintah supaya bersikap tegas dalam menangani penyebaran virus Corona agar tidak semakin banyak memakan korban, dengan salah satu caranya adalah agar dengan tegas menerapkan larangan pulang mudik bagi warga dari wilayah zona merah, bisa jadi ada kabar baik hari ini, Selasa (21/4/2020).

Dikutip dari Kompas.com,  Presiden jokowi menegaskan dalam rapat terbatas melalui video conference, Pemerintah akan melarang mudik untuk mencegah penyebaran virus Corona,atau Covid-19.

Akan tetapi sikap tegas Pemerintah dalam mengambil keputusan hal yang satu ini masih juga dianggap lamban, apabila melihat update data kasus korban positif per  hari Selasa (21/4/2020) ini tercatat 7.135 orang. Artinya ada penambahan 375 kasus dari hari sebelumnya. Sedangkan penyebarannya sudah di 34 provinsi.

Padahal andaikan saja sejak pemerintah mengumumkan kasus positif yang muncul untuk pertama kalinya, dan langsung cepat tanggap  dengan bersikap tegas menerapkan social distancing dan physical distancing, serta langsung menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di setiap daerah yang sudah dianggap merupajan episentrum pandemi virus yang disebut-sebut berasal dari Wuhan, provinsi Hubei, RRT itu - sebagaimana saat ini telah dilaksanakan di beberapa daerah, dan di dalamnya menerapkan larangan mudik ke saerah yang masih termasuk zona hijau, kemungkinan besar penyebarannya tidak akan masif seperti yang sudah terjadi sekarang ini.

Bagaimanapun salah satu penyebab semakin bertambahnya kasus pandemi Covid-19 di Indonesia ini adalah dengan terjadinya migrasi warga urban, atawa disebut juga pulang mudik dari wilayah yang sudah termasuk zona merah ke daerah yang sebelumnya masih tercatat sebagai wilayah aman.

Misalnya saja warga urban yang pulang mudik dari Jakarta ke Ja Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah yang lainnya, diduga merupakan carrier pandemi Covid-19.

Pertanyaannya, kenapa sikap pemerintah bisa lamban seperti itu? Padahal bukankah dalam masalah ini, nyawa manusia yang menjadi taruhannya?

Itulah masalahnya.

Banyak pihak yang menganggap pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sepertinya memang gamang, dan terlalu banyak perhitungan dalam penanganan virus Corona. 

Tak sedikit pula yang nyinyir menganggap Jokowi telah gagal sebagai nakhoda kapal besar bernama Indonesia ini.

Betul, suka maupun tidak, anggapan berbagai pihak dalam masyarakat terhadap sikap pemerintah dalam menghadapi kasus pandemi virus corona merupakan fakta  yang tak terbantahkan lagi memang.

Sikap beberapa menteri yang menjadi pembantu utama Presiden, seringkali tampak tidak kompak. Salah satu contohnya adalah peraturan menteri Kesehatan dan peraturan menteri Perhubungan dalam pelaksanaan PSBB, jelas sekali dianggap saling bertentangan.

Sehingga setiap kebijakan pemerintah pun dianggap begitu kental dengan politik, dan seakan mengesampingkan kebutuhan rakyat banyak yang mendesak.

Tarik-ulur kepentingan politis setiap kelompok di tingkat elit memang sudah sedemikian masif. Setiap sosok yang mengaku tokoh lantang bersuara. 

Terutama mereka yang selama ini berada di luar garis kekuasaan. Setiap kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah, secara spontan dipertentangkan. Bahkan dianggap menyalahi aturan yang sebelumnya sudah diberlakukan. 

Maka tak syak lagi apabila bencana pandemi Covid-19 pun malah dijadikan panggung dengan drama bertajuk demi membela hak rakyat banyak. Sehingga tak terelakkan lagi, masyarakat yang bersumbu pendek pun mengekor di belakang mereka.

Dengan sikap penyangkalan yang berlebihan, dan dalih yang diambil secara serampangan,  seperti misalnya karena kebebasan bicara untuk mengeluarkan pendapat dilindungi oleh undang-undang dan merupakan hak setiap orang, bahkan sampai melakukan pelanggaran terhadap aturan yang sesungguhnya untuk keselamatan nyawa mereka juga, bisa jadi merupakan jawaban terhadap pertanyaan ihwal kenapa pemerintah disebut-sebut gamang, ragu-ragu, dan lamban dalam mengambil setiap keputusan.

Itulah masalahnya. 

Silang-pendapat di tengah situasi darurat pun belakangan ini dianggap sudah menjadi tradisi di negeri ini memang.  Keselamatan nyawa masyarakat banyak justru dijadikan sebagai panggung untuk kepentingan sesaat.

Maka boleh jadi tatanan masyarakat yang memang sejak awal sudah tercabik-cabik, suatu saat nanti malah akan semakin luluh-lantak. 

Padahal, ya padahal andaikan untuk kali ini saja, di saat situasi darurat yang jelas-jelas mengancam nyawa dan hajat hidup rakyat banyak, seluruh pihak yang sebelumnya berada di kubu yang berbeda dan biasa saling gontok-gontokkan, mencoba untuk berdamai dan bergandengan tangan, untuk bersama-sama menekan laju penyebaran virus Corona agar segera lenyap dari negeri tercinta ini.

Ya, andaikan memang bukan cuma di mulut saja menyatakan cinta kepada bangsa dan negara ini. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun