Sinyalemen itu adalah dengan kegiatan aksi unjuk rasa itu sendiri jika dikaji lebih dalam lagi, sebenarnya para buruh itu telah abai terhadap kewajiban mereka sendiri dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas. Padahal di dalam perusahaan tempat mereka, ada bagian yang melakukan penilaian kinerja setiap karyawannya.Â
Seharusnya para karyawan, atawa buruh sadar diri. Meskipun misalnya tidak tertulis sekalipun, sikap jujur, tekun, dan loyal dalam bekerja merupakan syarat seseorang jika ingin sukses dalam kehidupannya.Â
Termasuk juga sebagai karyawan atawa buruh pada suatu perusahaan. Bisa jadi bagian penilaian kinerja pada suatu perusahaan pun akan memperhatikan setiap karyawannya dengan kriteria tersebut di atas.
Sementara ini, pekerjaan sudah ditinggalkan, menganggu ketertiban umum lagi. Dengan berkonvoi, dan berkumpul di ruang publik, maka orang lain pun banyak yang merasa terganggu aktivitasnya. Hadeuh.Â
Apabila memang murni beriniat hendak memperjuangkan nasibnya, sepertinya akan lebih bijak lagi jika para pimpinan organisasi buruh itupun melakukan dialog dengan wakil rakyat (DPR) di Senayan, atawa bisa langsung ber-audience dengan Presiden Jokowi. Sampaikan segala uneg-uneg yang tidak sesuai dengan hak sebagai buruh, dan dikaji bersama agar ditinjau ulang kembali.
Kalaupun memang pihak pemerintah maupun wakil rakyat di Senayan masih keukeuh, dan dianggap tidak berpihak kepada buruh, tokh masih ada lembaga yang bakal menampung aspirasi para buruh itu, yakni Mahkamah konstitusi (MK). Itu pun kalau memang benar pemerintah sama sekali tidak peduli.
Hanya saja rasanya mustahil pemerintah bersikap begitu. Bukankah pemerintah dan DPR dipilih oleh rakyat, termasuk para buruh sendiri?
Kecuali kalau memang dugaan para buruh itu egois, lebih mementingkan hak ketimbang kewajibannya, itu lain lagi persoalannya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H