Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Study Tour, Bagian dari Kurikulum atau Bisnis Sekolah Semata?

14 Maret 2020   22:30 Diperbarui: 14 Maret 2020   22:36 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kejari Tasikmalaya: Pembunuh anak gara-gara uang study tour SMP (Kompas.com)

Seorang tetangga, sebut saja namanya Nyi Apong (32), status ibu rumah tangga, memiliki lima anak, suatu hari bertemu di warung ketika kami sama-sama berbelanja. 

Sebagaimana biasa dengan tetangga, selain bertegur-sapa, terkadang ditambah pula dengan bual-canda. Apa lagi dengan perempuan yang satu ini, saya sudah menganggapnya sebagai anak saya sendiri. Soalnya ayah Nyi Apong merupakan teman dekat saya selama ini, sehingga saya pun sudah tidak canggung  lagi untuk bercanda atawa berbagi.

Akan tetapi hari itu saya menangkap rona wajah istri sopir angkot di kota B itu lain dari biasanya. Dia tampak murung, dan seakan enggan saat saya memancingnya untuk bercanda sebagaimana biasa. Oleh karena itu saya pun tanpa sungkan menanyakan, barangkali ada masalah yang membuatnya seperti sedang mengalami gundah-gulana itu.

"Ada apa, Pong? Suamimu telat ngirim uang belanja? Atawa memang sudah kangen nggak dikelonin bapaknya Si Ika?" 

Mendengar berondongan beberapa pertanyaan saya, Nyi Apong menggeleng seraya tersenyum kecut. Tak lama berselang diapun mengadu kepada saya  - yang sudah dianggap ayahnya sendiri. 

Saat akhir pelajaran tengan semester kemarin, sekolah tempat Si Ivan, anak sulungnya yang duduk di bangku kelas delapan SMP mengadakan piknik, atawa lebih dikenal dengan Study tour.  Ada pun pesertanya adalah seluruh murid kelas delapan. Obyek wisata yang menjadi tujuannya adalah Yogyakarta. Setiap siswa dipungut biaya sebesar Rp 450.000. 

Bagi keluarga Nyi Apong, bukan hanya biaya yang wajib dibayarnya saja yang menjadi beban cukup berat, tapi kondisi si Ivan pun menjadi masalah. Anak sulungnya itu gampang mabok perjalanan setiap bepergian jauh dengan kendaraan. Sehingga dikhawatirkan malah akan merepotkan orang lain saja nantinya.

Hanya saja karena sejak awalnya ada penekanan dari pihak sekolah, bahwa seluruh siswa kelas delapan harus ikut kegiatan study tour itu, apa boleh buat dengan cara berutang kepada tetangga, Nyi Apong pun melunasi biaya yang sudah ditentukan. Karena takut ke depannya Si Ivan mendapat sanksi, begitu pikirnya.

Saat tiba waktu keberangkatan, Si Ivan jatuh sakit. Terserang demam, flu, dan batuk. Mungkin akibat perubahan cuaca. Sehingga ahirnya anak Nyi Apong itu pun batal mengikuti kegiatan tersebut. 

Oleh karena itu juga, Nyi Apong berniat untuk meminta kembali biaya study tour yang telah dilunasinya. Kepada pihak sekolah sebagai penyelenggara, tentu saja. Kalau sudah dikembalikan, Nyi Apong berniat akan mengembalikan uang tersebut kepada tetangga yang sebelumnya telah berbaik hati memberi pinjaman. 

Hanya saja yang diangankan perempuan itu buyar bin ambyar usai bertemu ketua penyelenggara study tour itu. Menurut Nyi Apong, wakil kepala sekolah yang ditemuinya dengan tegas mengatakan tidak bisa mengembalikan uang itu, karena sudah kadung dibayarkan kepada perusahaan bus yang dicarternya.

Mendengar penuturan ibu lima anak itu saya sesaat jadi tertegun dibuatnya.  Sementara ingatan saya terseret pada kasus pembunuhan siswi SMP di Tasikmalaya yang bernama Delis Sulistina (13). Konon Delis tewas dibunuh ayah kandungnya sendiri yang merasa kesal karena dimintai uang untuk biaya study tour oleh putrrinya itu.

Karena kasus itu juga Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman, melarang kegiatan study tour di sekolah. Wali Kota sudah sering mendengar, kegiatan tersebut banyak dikeluhkan sebagai beban berat pihak orang tua dan wali murid. Selain itu Budi pun menduga, kegiatan study tour menjadi ajang bisnis sekolah.

Benarkah dugaan Wali Kota Tasikmalaya itu, piknik atawa study tour cenderung sebagai ajang bisnis sekolah belaka?

Sungguh. Kalau memang benar, saya menjadi iba kepada keluarga Nyi Apong. Kehidupannya yang pas-pasan dengan beban lima orang anak, sementara penghasilan suaminya sendiri sebagai sopir angkot yang tidak bisa dipastikan, cukup berat juga memang. Ditambah lagi dengan utang sebesar Rp 450 ribu yang harus dibayar segera. 

Tapi karena uang yang tidak jadi digunakan anaknya untuk study tour itu tidak dikembalikan oleh pihak sekolah, beban Nyi Apong pun semakin berat juga. 

"Pak, bisa meminjami saya untuk membayar utang itu?" harapnya.

Saya pun menjadi semakin iba saja. Masalah ini kalau tidak bisa diselesaikan oleh pihak sekolah, barangkali tak ada salahnya kalau dilaporkan kepada Dinas Pendidikan juga. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun