Demikian juga halnya dalam kasus "Agama Musuh Besar Pancasila", entah karena hanya membaca judul dan paragraf pertamanya, entah karena memang dalam hatinya sudah tertanam kebencian terhadap yang bersangkutan, maka tak pelak lagi, Yudian Wahyudi yang 5 Februari 2020 lalu dilantik Presiden jokowi sebagai Kepala BPIP, langsung diserang dari segala penjuru.
Maka di sinilah kiranya publik dituntut untuk memilah dan memilih, serta bersikap dewasa agar menjadi bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa lain yang sudah terlebih maju dalam sumber daya manusianya.
Kecuali bagi mereka, yang selama ini bersikap kontra terhadap pemerintahan Jokowi, dan yang sejak lama memang bercita-cita hendak merubah bentuk negara ini, tentu saja, akan lain lagi ceritanya.
Lalu kalau sudah clear begini, apakah media juga memiliki andil dalam mem-blow up pernyataan Kepala BPIP itu?
Tidak juga. Sebagaimana disebutkan Pepih Nugraha, salah seorang pendiri Blog Kompasiana ini, jangan juga serta-merta menyalahkan wartawan yang merekam pernyataan Yudian. Sebab, tidak tertutup kemungkinan ada "slip of tongue" saat memberi pernyataan tersebut tanpa penjelasan yang cukup, tanpa memberi konteks yang diperlukan untuk lebih memahami pernyataan tekstualnya.
Selain itu, ada banyak adagium di sana terkait kepentingan media masing-masing, bisa jadi karena punya nilai berita (news value) tinggi, karena akan mengundang klik yang masif (klikbait), atau secara politis media (dan wartawan di dalamnya) oposan terhadap narasumber yang kebetulan berasal dari pemerintah.
Barangkali dalam kasus ini, Yudian yang baru beberapa hari dilantik sebagai pejabat publik, mungkin saja masih gagap dalam menghadapi awak media. Karena selama ini yang bersangkutan sebagai seorang akademisi, terbiasa berbicara secara ilmiah.
Oleh karena itulah, komunikasi sebagai seorang pejabat publik yang dituntut mampu difahami oleh setiap strata masyarakat, baik para intelektual, elit politik, hingga petani di pelosok desa.
Paling tidak harus mampu membaca situasi dan kondisi. Dan dengan siapa kita berbicara. Terlebih lagi di depan awak media. Bukankah berita itu akan dibaca semua lapisan warga?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H