Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

DPR yang Disebut Fahri Hamzah Bloon itu Kini Ajukan Hak Angket untuk KPK

28 April 2017   22:46 Diperbarui: 30 April 2017   11:21 1777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan disetujuinya usulan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jum’at (28/4/2017), tak ayal lagi mengingatkan publik pada pernyataan Wakil Ketua DPR, Fachri Hamzah, dalam sebuah wawancara di televisi beberapa waktu lalu, bahwa dalam tradisi demokrasi, otak anggota Dewan harus diperkuat. Pasalnya, kata dia, anggota Dewan dipilih rakyat bukan karena kecerdasannya, melainkan karena rakyat suka.

"Makanya kadang-kadang banyak orang datang ke DPR ini tidak cerdas, kadang-kadang mungkin kita bilang rada-rada blo’on begitu. Akan tetapi, dalam demokrasi, kita menghargai pilihan rakyat. Karena itu, kita memberikan kekuatan kepada otak dari orang-orang yang datang ke gedung ini dengan memberikan mereka staf, dengan memberikan sistem pendukung, pusat kajian, ilmuan, peneliti, dan lain-lain. Itulah cara kerja lembaga demokrasi. Ini tentunya memerlukan fasilitas," kata Fahri.

Maka dalam konteks yang terjadi sekarang ini pun, yakni gegara KPK menolak membuka rekaman BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terhadap Miryam S. Haryani, anggota DPR dari Fraksi Hanura yang diduga terlibat korupsi proyek e-KTP, sikap anggota Dewan yang dimotori Fahri Hamzah pun langsung mengeluarkan salah satu jurus ampuhnya, yaitu Hak Angket, sebagaimana yang diajarkan guru dalam mata pelajaran IPS sejak di bangku kelas enam sekolah dasar, bahwa hak itu adalah merupakan hak konstitusional DPR, dalam ihwal fungsi pengawasan kekuasaan legislatif terhadap eksekutif. Sementara KPK merupakan lembaga penegak hukum yang independen. Maka Siapapun tidak bisa mencampuri wilayah hukum lembaga penegak hukum manapun. Sehingga suka maupun tidak, dalam hal ini DPR, termasuk Fahri Hamzah sendiri, tepat sekali kalau disebut sebagai rada-rada blo’on, alias gagal paham dengan hak dan fungsi yang sesungguhnya.

Maka jika ditelaah lebih dalam lagi, sikap anggota DPR yang menandatangani Hak Angket terhadap lembaga antirasuah itu semata-mata didasari oleh rasa kesetiakawanan terhadap sesamanya, dan bisa juga merupakan suatu siasat untuk menyelamatkan sedikitnya 60 anggota DPR periode 2009-2014 yang menerima gelontoran duit dari proyek yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun, sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, dan Irman.

Dugaan itupun akan semakin kuat lagi saat ketua DPR yang juga ketua umum partai Golkar, Setya Novanto dicegah untuk tidak bepergian ke luar negeri, Fahri Hamzah cs dengan lantang memprotes tindakan terhadap sohibnya itu. Bahkan terkait hal itu, melalui Bamus (Badan Musyawarah) DPR melayangkan nota keberatan  kepada Presiden Jokowi.

“Perlawan” DPR terhadap KPK sepertinya bukan hanya dalam kasus e-KTP saja. Upaya mengebiri kewenangan lembaga antirasuah pun jelas terlihat dengan ngototnya para wakil rakyat yang terhormat untuk merevisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi. Sehingga sikap DPR tersebut begitu kontraproduktif  dengan semangat masyarakat dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.

Jadi, masih wajarkah mereka disebut sebagai wakil rakyat yang terhormat apabila masih tetap memiliki sikap yang bertolak belakang dengan kehendak rakyat yang ingin melihat negara yang dicintainya terbebas dari segala praktik korupsi yang selama ini begitu masif terjadi?

Bisa jadi hanya orang-orang yang blo’on saja kiranya yang masih membiarkan korupsi tetap merajalela. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun